REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic Finance (Indef), Rusli Abdullah, memperkirakan dampak ekonomi dari kebijakan PPKM darurat tak sedalam tahun lalu.
Pasalnya, kegiatan perdagangan masih diperbolehkan. Di satu sisi, masyarakat sudah terbiasa dan lebih bisa menyesuaian diri.
"PPKM darurat akan menghantam ekonomi tapi tidak akan sedahsyat tahun kemarin yang dulu orang-orang tidak bisa jualan. Mal benar-benar ditutup. Di pinggir jalan sepi. Tapi kali ini tetap bisa," kata Rusli kepada Republika.co.id, Kamis (1/7).
Rusli mengatakan, di satu sisi, kegiatan vaksinasi juga sudah berlangsung. Setidaknya imunitas masyarakat yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin lebih kuat dalam melawan paparan virus. Namun, ia mengatakan, protokol kesehatan tetap harus diutamakan dan perlu pengawasan ketat langsung dari pemerintah.
Oleh karena itu, Rusli optimistis kebijakan PPKM darurat tidak akan menekan daya beli masyarakat terlalu dalam. Masyarakat juga diyakini lebih bisa tahan terhadap situasi pembatasan sosial.
Pada Juni lalu, BPS mencatat terjadi deflasi sebesar 0,16 persen. Rusli menilai terjadinya deflasi tersebut belum tentu dikarenakan adanya pelemahan daya beli. Pasalnya, sepanjang Juni tidak terdapat pengungkit konsumsi seperti di bulan April dan Mei di mana bertepatan dengan Ramadhan dan Idul Fitri.
Dengan kata lain, periode Juni merupakan situasi kembali normal sehingga laju inflasi mengalami deflasi dari bulan sebelumnya. Laju inflasi pada Juli akan menunjukkan lebih riil situasi daya beli masyarakat. Jika nantinya kembali terjadi deflasi yang juga dipicu oleh kebijakan PPKM darurat, hal itu menunjukkan situasi kemampuan konsumsi masyarakat yang mulai melemah.