Ahad 04 Jul 2021 04:33 WIB

Kekhawatiran atas Varian Lambda yang Mungkin Lebih Menular

Peningkatan cepat kasus varian Lambda menunjukkan tingkat penularannya lebih tinggi.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Varian Lambda  pertama kali terdeteksi di Peru pada 2020, sebelum menyebar dengan cepat ke setidaknya 27 negara di dunia, termasuk Inggris.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Varian Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada 2020, sebelum menyebar dengan cepat ke setidaknya 27 negara di dunia, termasuk Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lambda menjadi salah satu galur dari virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19. Varian ini pertama kali terdeteksi di Peru pada 2020, sebelum menyebar dengan cepat ke setidaknya 27 negara di dunia, termasuk Inggris.

Banyak ilmuwan memerhatikan Lambda pada Desember tahun lalu, saat kasus terkait varian tersebut masih sangat sedikit ditemukan, yakni setidaknya satu dari setiap 200 sampel. Namun, pada Maret 2021, jumlah kasus akibat varian ini melonjak hingga 50 persen.

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, angka kasus Covid-19 akibat Lambda secara keseluruhan mencapai 82 persen. WHO telah memperingatkan, mutasi "tidak biasa" pada varian Lambda yang melanda Inggris dapat membuatnya kebal terhadap vaksin.

Varian baru tersebut memiliki mutasi genetik yang mirip dengan strain Delta sehingga lebih mudah menular, menurut WHO. Sementara itu, Pablo Tsukayama, seorang ilmuwan molekuler di Cayetano Heredia University di Ibu Kota Lima, Peru mengatakan, peningkatan cepat virus itu akan menunjukkan tingkat penularannya lebih tinggi daripada varian lain.

Di Chili, negara tetangga Peru, kasus Covid-19 akibat Lambda menyumbang hampir sepertiga dari seluruh kasus. Meski demikian, para ilmuwan belum dapat menyimpulkan jenis varian yang sebenarnya jauh lebih menular.

"Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Lambda lebih agresif daripada varian lain," ujar penasihat Pan-American Health Organization (PAHO), Jairo Méndez Rico dalam sebuah pernyataan, dilansir The Sun, Sabtu (3/7).

Menurut Rico, mungkin saja Lambda memiliki tingkat penularan lebih tinggi. Meski demikian, masih diperlukan studi lebih lanjut tentang dugaan ini.

Strain Lambda saat ini dianggap sebagai "variant of interest" ke tujuh oleh WHO. Itu artinya, Lambda merupakan varian baru SARS-CoV-2 yang mendapat perhatian, namun belum dianggap mengkhawatirkan.

Di Inggris, badan kesehatan juga tengah mengawasi kasus akibat varian yang juga dikenal dengan sebutan C.37 ini, setelah ada enam kasus yang tercatat pada pekan lalu.

"Serangkaian mutasi yang tidak biasa telah membuat pengujian virulensi virus sulit dilakukan,” jelas ilmuwan kenamaan Jeff Barrett.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement