Senin 05 Jul 2021 14:24 WIB

Pemerintah Diminta Solusi Kelangkaan Bahan Baku Tekstil

Kelangkaan bahan baku diperburuk dengan harga jual bahan baku yang mengalami kenaikan

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Pedagang menata kain tekstil dagangannya
Foto: FAUZAN/ANTARA FOTO
Pedagang menata kain tekstil dagangannya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan terkait pemberlakukan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dinilai tidak memberikan perubahan berarti bagi industri TPT lokal. Pemerintah diminta untuk mencari solusi atas kelangkaan bahan baku tekstil yang saat ini tengah terjadi.

"Seperti jenis kain spandex, aty way, ity crepe, cerutty babydoll, lady zara, sakila twill saat ini sangat sulit untuk di dapatkan, jika stok dari jenis bahan baku tersebut ada, jumlahnya tidak dapat mencukupi permintaan dan kebutuhan yang tinggi," kata Asep Setia, pelaku industri kecil menengah (IKM) di sektor konveksi di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dalam keterangan tertulis, Senin (5/7).

Menurut dia, hal tersebut diperburuk dengan harga jual bahan baku yang mengalami kenaikan signifikan. Harga jual bahan baku tersebut mengalami kenaikan dengan rentang 20-30 persen per yardnya.

Asep menjelaskan, kain-kain tersebut merupakan jenis kain yang hanya dilakukan proses pencelupan atau pencetakan di pabrik pencelupan lokal. Sementara bahan baku dasar jenis kain masih melakukan impor dari negara lain.

Padahal, jika dihitung kini sudah 1,5 tahun sejak diberlakukannya aturan pemerintah yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.161/PMK 010/2019, PMK No.162/PMK. 010/2019, dan PMK No.163/ PMK.010/2019. Aturan itu terkait BMTPS atau safeguards terhadap impor TPT dan mulai berlaku pada November 2019.

Aturan itu dinilai tidak memberikan perubahan berarti bagi industri TPT di tanah air, terlebih dalam kaitan dengan kelangkaan bahan baku yang sebelumnya diharapkan dapat dipenuhi oleh para pelaku industri TPT lokal. Pada kenyataanya, para pelaku industri TPT lokal itu tetap tidak bisa mengakomodir kebutuhan para produsen TPT, khususnya di sektor hilir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ الْمُخَلَّفُوْنَ اِذَا انْطَلَقْتُمْ اِلٰى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوْهَا ذَرُوْنَا نَتَّبِعْكُمْ ۚ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّبَدِّلُوْا كَلٰمَ اللّٰهِ ۗ قُلْ لَّنْ تَتَّبِعُوْنَا كَذٰلِكُمْ قَالَ اللّٰهُ مِنْ قَبْلُ ۖفَسَيَقُوْلُوْنَ بَلْ تَحْسُدُوْنَنَا ۗ بَلْ كَانُوْا لَا يَفْقَهُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.

(QS. Al-Fath ayat 15)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement