REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bertemu secara virtual dengan Muslim Uighur yang ditahan di kamp-kamp di wilayah Xinjiang barat laut China pada Selasa (6/7). Dia mendengar tentang pengalaman mereka dan mencari saran tentang cara terbaik untuk menekan China menghentikan penindasan.
"Menteri menganggap penting untuk bertemu dengan orang-orang ini untuk mendengar secara langsung cerita mereka," ujar pernyataan Departemen Luar Negeri AS.
Departemen Luar Negeri mengatakan Blinken ingin mendengar langsung dari tujuh mantan tahanan, kerabat, dan pendukung tentang kondisi dan komunitas Uighur yang dihadapi hadapi secara lebih luas. "Untuk mendengar secara langsung kesan mereka tentang kekejaman yang sedang berlangsung di Xinjiang dan penahanan satu juta orang Uighur," kata juru bicara departemen tersebut, Ned Price.
Price pun menyatakan perbincangan virtual ini juga merupakan kesempatan bagi para peserta untuk menawarkan rekomendasi apa pun yang mungkin dimiliki. Dia mengatakan pertemuan itu menunjukkan kesinambungan dalam kebijakan AS tentang masalah antara pemerintahan Joe Biden dan Donald Trump yang sangat berbeda.
Kedua pemerintahan menyebut kampanye di Xinjiang sebagai genosida dan menjatuhkan sanksi terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia. Mantan menteri luar negeri Mike Pompeo bertemu beberapa kali dengan mantan tahanan Uighur selama masa jabatannya sebagai diplomat AS.
"AS telah berbicara dengan sangat jelas dan konsisten tentang pelanggaran, tentang kekejaman, tentang genosida yang sedang berlangsung yang terjadi di Xinjiang. Dan, jika kami anggap tepat, saya menduga kami akan menggunakan alat tambahan ke depan untuk meminta pertanggungjawaban pejabat yang bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi di sana," kata Price.
Sejak pemerintahan Trump, AS terus meningkatkan tekanan pada China di sejumlah bidang, terutama atas penindasan di Xinjiang dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat politik dan hak asasi manusia di Hong Kong. Sanksi tersebut termasuk larangan perjalanan, sanksi keuangan, dan pembatasan komersial atas impor China ke AS.