Rabu 07 Jul 2021 18:00 WIB

Situasi Ekonomi Gaza Semakin Memburuk Usai Agresi Israel

Kebutuhan pemulihan di Jalur Gaza membutuhkan anggaran hingga 485 juta dolar AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas keamanan Hamas berjaga-jaga saat truk pengangkut barang memasuki Gaza dari Israel di penyeberangan kargo Kerem Shalom, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Senin, 21 Juni 2021. Israel pada Senin melonggarkan beberapa pembatasan di Jalur Gaza yang mengancam gencatan senjata yang rapuh. -Tembakan yang menghentikan perang 11 hari bulan lalu dengan penguasa Hamas di wilayah itu, kata para pejabat Palestina.
Foto: AP/Adel Hana
Petugas keamanan Hamas berjaga-jaga saat truk pengangkut barang memasuki Gaza dari Israel di penyeberangan kargo Kerem Shalom, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Senin, 21 Juni 2021. Israel pada Senin melonggarkan beberapa pembatasan di Jalur Gaza yang mengancam gencatan senjata yang rapuh. -Tembakan yang menghentikan perang 11 hari bulan lalu dengan penguasa Hamas di wilayah itu, kata para pejabat Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Situasi sosial ekonomi di Jalur Gaza semakin memburuk, setelah serangan oleh Israel selama 11 hari pada Mei lalu.  Laporan berjudul Gaza Rapid Damage and Needs Assessment (RDNA) yang diterbitkan pada Selasa (6/7) memperkirakan bahwa, kerusakan yang disebabkan oleh serangan Israel berkisar antara 290 juta dolar AS dan 380 juta dolar AS.

Sementara kebutuhan pemulihan diproyeksikan antara 345 juta dolar AS, dan 485 juta dolar AS. Selain itu, setelah serangan tersebut sebanyak 62 persen penduduk Gaza mengalami kerawanan pangan. Laporan itu menambahkan bahwa, pengangguran di Gaza sudah mencapai 48 persen dan tingkat kemiskinan mencapai di atas 50 persen.

Baca Juga

Laporan RDNA menemukan bahwa, sebagian besar kerusakan di Gaza akibat pengeboman Israel pada Mei menyebabkan kerusakan di sektor sosial seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, serta perlindungan sosial dan pekerjaan. Kerugian akibat kerusakan itu diperkirakan mencapai 180 juta dolar AS.  “Sektor perumahan saja mewakili hampir 93 persen dari total kerusakan pada sektor sosial,” kata laporan itu, dilansir Aljazirah, Rabu (7/7).

Laporan tersebut merekomendasikan agar masyarakat internasional meningkatkan dukungan dalam program bantuan tunai untuk Palestina di Gaza. Masyarakat internasional juga harus memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan, dan mentransfer kasus medis kritis dan pasien ke luar Gaza.

Dalam jangka pendek, pemulihan sosial ekonomi di Gaza akan ditentukan oleh dua faktor yaitu tingkat pembiayaan yang tersedia, termasuk dari donor, untuk kegiatan rekonstruksi. Kemudian faktor kedua yaitu sejauh mana pembatasan pergerakan dan akses orang serta barang yang memasuki Gaza, khususnya pasokan bahan-bahan rekonstruksi penting.

Laporan itu meminta Israel menyediakan akses ke beberapa bahan vital untuk rekonstruksi, yang oleh Israel dijuluki sebagai "bahan penggunaan ganda" seperti semen, bahan kimia, dan pipa. Israel juga diminta untuk membangun mekanisme pembiayaan, dan memungkinkan jumlah bahan bakar yang cukup untuk Gaza.

Jalur Gaza adalah salah satu daerah terpadat di dunia, dengan populasi dua juta warga Palestina. Setengah dari total populasi tersebut berusia di bawah 18 tahun. Gaza telah diblokade oleh Mesir dan Israel selama 14 tahun. Menurut laporan PBB pada 2020, blokade tersebut mengakibatkan situasi kemanusiaan yang mengerikan sehingga Gaza dicap sebagai wilayah tidak layak huni.

Sedikitnya 800 ribu warga Gaza tidak memiliki akses air bersih. Sementara listrik hanya menyala beberapa jam dalam sehari.  Selain itu, pandemi virus Corona telah memperburuk sistem perawatan kesehatan yang sudah lemah. Rumah sakit di Gaza memiliki peralatan medis dan obat-obatan yang terbatas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement