REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengharuskan pekerja sektor esensial dan kritikal yang hendak masuk ke Ibu Kota untuk membawa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Semenjak pendaftaran STRP dibuka Senin (5/7) lalu, terdapat 8.127 permohonan yang ditolak.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta, Benny Agus Candra, menjelaskan per 11 Juli pukul 08.00 WIB, terdapat 34.725 permohonan pendaftaran STRP yang masuk. Terdiri atas 34.037 permohonan STRP untuk pekerja di sektor esensial dan kritikal, serta 688 permohonan STRP kategori perorangan kebutuhan mendesak.
Tapi, tak semua permohonan itu diterima. Rinciannya, 23.670 STRP diterbitkan; 2.838 dalam proses penelitian administrasi dan teknis karena baru saja diajukan pemohon; dan 8.217 permohonan STRP ditolak.
Benny menjelaskan, mayoritas permohonan STRP perusahaan/pekerja kolektif ditolak karena perusahaannya belum memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). NIB merupakan identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS.
"Umumnya penolakan STRP perusahaan pekerja kolektif dikarenakan penanggungjawab perusahaan (yang mengajukan permohonan) tidak dapat melampirkan NIB" kata Benny dalam keterangan tertulisnya yang dikirimkan ke Republika.co.id, Ahad (11/7).
Selain itu, kata Benny, ada juga yang permohonannya ditolak karena data permohonan tidak lengkap atau tak terbaca oleh sistem. Beberapa di antaranya berupa salah ketik data pribadi, melampirkan dokumen yang salah, atau melampirkan dokumen yang ukurannya terlalu besar.
"Pemohon disarankan untuk mengupload berkas persyaratan dengan maksimal ukuran file 500 KB untuk file foto dan maksimal 1 MB untuk file PDF" kata Benny.