REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih akan memperingatkan perusahaan-perusahaan AS tentang risiko yang meningkat dalam menjalankan bisnis di Hong Kong. AS juga memperbarui peringatan sebelumnya tentang Xinjiang.
Financial Times(FT) melaporkan pada Selasa (13/7).Laporan tersebut menyebut perusahaan-perusahaan AS menghadapi berbagai ancaman, termasuk dari pemerintah China yang mampu mendapatkan akses data perusahaan asing yang disimpan di Hong Kong.
"Risiko tersebut juga mencakup undang-undang baru yang memungkinkan Beijing mengenakan sanksi bagi individu atau entitas yang terlibat dalam pembuatan atau penerapan aturan diskriminatif terhadap penduduk dan entitas China," kata FT, mengutip tiga narasumber yang mengetahui hal itu.
Pada Selasa, AS akan memperbarui peringatan yang dikeluarkan pemerintahan mantan Presiden Donald Trump tentang Xinjiang tahun lalu. Pembaruan tersebut menekankan pada risiko-risiko hukum yang dihadapi perusahaan, kecuali mereka yakin rantai pasokan mereka tidak terlibat dalam kerja paksa di Xinjiang.
FT juga melaporkan bahwa AS akan mengenakan lebih banyak sanksi pekan ini untuk merespons tindakan keras China terhadap aksi protes pro-demokrasi di Hong Kong dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
China menolak tuduhan genosida dan kerja paksa di Xinjiang. Mereka mengatakan kebijakan itu diperlukan untuk membasmi kaum separatis dan ekstremis religius yang merencanakan serangan dan menciptakan ketegangan di antara etnik muslim Uighur dan Han, suku terbesar di China.