REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR — Choong Wai Li, seorang mantan atlet squash asal Malaysia memiliki lemari yang berisi banyak piala, hasil dari kejuaraan saat mewakili negaranya. Namun, Li begitu sedih karena kemampuannya dalam bermain squash, yang mungkin diwarisi kepada sang putra, tidak akan pernah diapresiasi. Ia mengatakan anaknya kelak tidak bisa mewakili Malaysia.
Hal itu terjadi karena Malaysia adalah satu dari 25 negara yang tidak memberi hak kepada orang tua untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anaknya. Li memiliki seorang putra bernama Michael dari suaminya yang berwarga negara Irlandia.
Di Malaysia, Michael dianggap sebagai warga asing. Li menilai aturan tentang kewarganegaraan ini sangatlah seksis dan ketinggalan zaman, yang bahkan berisiko membuat anak-anak tidak memiliki kewarganegaraan. Bersama dengan lima ibu lainnya, ia mencoba menempuh jalur hukum untuk menuntut pemerintah.
“Saya merasa dikhianati setelah apa yang saya lakukan untuk negara ini. Malaysia adalah rumah kami, tapi putra saya tinggal di sini sebagai orang asing,” ujar Li.
Li telah berjuang selama bertahun-tahun agar Michael mendapatkan kewarganegaraan Malaysia. Sang putra lahir di Hong Kong, saat ia bekerja di sana.
Meski perempuan Malaysia bisa mengajukan permohonan kewarganegaraan untuk anak-anak yang lahir di luar negeri, keputusan bisa memakan waktu lama. Selain itu, penolakan menjadi hal yang umum terjadi. “Saatnya untuk berubah, kami hanya ingin persamaan hak,” jelas Li.