Rabu 18 May 2022 13:23 WIB

Kemendagri Ingatkan Potensi Masalah Anak Berkewarganegaraan Ganda

Ada anak berusia 20 tahun punya paspor AS dan KTP-el bisa jadi isu politik 2024.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof Zudan Arif Fakrulloh.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof Zudan Arif Fakrulloh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) mengingatkan potensi masalah yang muncul terkait status anak berkewarganegaraan ganda terbatas apabila tidak ditindaklanjuti. Hal itu lantaran Indonesia tidak mengenal dwi kewarganegaraan.

"Anak berkewarganegaraan ganda bisa memilih saat umur 18 tahun dan paling lambat umur 21 tahun," kata Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Prof Zudan Arif Fakrulloh dalam acara bertemakan 'Penguatan Fungsi Kementerian Hukum dan HAM dalam Memberikan Perlindungan dan Kepastian Hukum Melalui Peningkatan Layanan Ketatanegaraan' secara virtual di Jakarta, Rabu (18/5/2022).

Dia menerangkan, jika anak tersebut tidak mendaftarkan diri sebagai anak berkewarganegaraan ganda terbatas yang merupakan hasil perkawinan campuran maka ia memiliki dua kewarganegaraan. Selanjutnya, anak itu harus memilih status kewarganegaraan definitif.

Persoalan akan muncul apabila anak tersebut mengantongi paspor Amerika Serikat (AS), tetapi juga memiliki kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dan sudah berusia 20 tahun. Zudan mengantisipasi masalah itu bisa saja dijadikan isu politik pada 2024. "Punya paspor Amerika Serikat pada usia 20 tahun, tetapi kok ikut mencoblos," ucapnya.

Apalagi, Zudan menyakini, tidak semua masyarakat mengetahui atau memahami konsep kewarganegaraan ganda terbatas. Untuk mengantisipasi hal tersebut, ia menyarankan dibuat reformulasi agar tidak muncul permasalahan di kemudian hari.

Apabila anak tersebut tidak memilih status warga negara asing (WNA), sambung dia, pihak terkait harus mulai berpikir tentang perlindungan optimal sebagai warga negara Indonesia (WNI). Jika anak itu tidak mendeklarasikan diri, tomatis statusnya adalah WNI. "Selama ini apabila ia tidak mendeklarasikan, ia menjadi WNA," ujar Zudan.

Kendati demikian, kata dia, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi demi mengantongi status WNI. Pertama, anak tersebut harus sudah tinggal di Indonesia dan masuk ke dalam kartu keluarga (KK) Indonesia maka baru disebut sebagai WNI. Dengan kata lain, ada klausul bersyarat demi perlindungan optimal sebagai WNI.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement