REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sejak dibentuk pada 4 Juli 2021, Tim Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Kota Bogor telah menangani 71 jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman). Puluhan jenazah tersebut menjalani isoman di rumahnya masing-masing.
Ketua Koordinator Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Kota Bogor, Rino Indira Gusniawan, mengatakan, 71 jenazah sudah ditangani oleh tim pemulasaraan hingga Kamis (16/7) malam. “Sampai Kamis (16/7) malam pukul 21.30 WIB ada 71 jenazah sudah kami tangani. Semua posisinya sedang isolasi mandiri di rumah. Walau ada yang sempat dibawa ke rumah sakit juga,” ujar Rino kepada Republika, Sabtu (17/7).
Rino menjelaskan, sejauh ini tim pemulasaraan sempat mengalami beberapa kesulitan di lapangan. Misalnya, masyarakat menerima informasi yang salah mengenai perlakuan jenazah. Khususnya jenazah Covid-19.
Dia menuturkan, sebagian masyarakat ada yang terlalu berani dan terlalu takut untuk menangani jenazah. Padahal, menurutnya, penanganan jenazah Covid-19 yang benar akan menghasilkan hasil yang baik pula.
“Kalau yang terlalu berani, kadang mereka menangani jenazah Covid-19 tanpa pakaian alat pelindung diri (APD). Kadang, karena pengetahuan yang kurang, mereka tidak ada yang mau merawat jenazah sampai pihak keluarga jadi sendirian,” jelasnya.
Meski demikian, Rino mengatakan, pihaknya belum pernah mengalami penolakan dari pihak keluarga yang ditangani jenazahnya. Sebab, di lapangan tim pemulasaraan didampingi oleh aparat wilayah RT/RW, yang tergabung dalam Satgas Covid-19 wilayah kelurahan dan kecamatan.
Rino menambahkan, setiap hari tim pemulasaraan menyiagakan 36 orang untuk berjaga di posko PPKM Darurat di Gedung Wanita, Jalan Sudirman, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Sebanyak 36 orang itu dibagi menjadi beberapa regu yang bergerak ke beberapa titik yang akan ditangani.
“Belum ada (penolakan) karena di lapangan kita di dampingi oleh aparat wilayah. Kalau kami hanya menurunkan tim pemulasaran empat sampai lima orang tiap regunya,” tuturnya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan pasien isoman meninggal dunia. Dia menjelaskan, awalnya para pasien Covid-19 yang menjalani isoman merupakan pasien tanpa gejala dan atau pasien bergejala ringan.
“Tetapi lambat laun penurunan saturasi ini menjadi sangat cepat tadinya yang standarnya kan 90, bisa tiba tiba turun ke 60. Nah pada saat di bawah 90 ini kan sudah pada posisi kedaruratan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dedie menjelaskan, permasalahan kedua yakni ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. ICU dan ICCU di rumah sakit hampir seluruhnya penuh.
Tak hanya itu, sambung dia, saat ini di enam kecamatan se-Kota Bogor tercatat ada sekitar 6.000 pasien Covid-19 yang menjalani isoman. Dalam jumlah tersebut, para nakes di 25 puskesmas mengalami kesulitan untuk memantau titik-titik pasien isoman.