Selasa 20 Jul 2021 07:20 WIB

Ini Tantangan Teknis Saat Belajar Online di Seluruh Dunia

Banyak orang yang terpaksa harus menyewa perangkat untuk bisa belajar online.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Peserta Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar mengikuti pembelajaran secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (12/7/2021). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur menetapkan MPLS bagi siswa baru tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/SMKLB tahun ajaran 2021/2022 dilakukan secara jarak jauh (Daring) dimulai hari ini, hingga Jumat (16/7/2021) karena masih berada pada masa PPKM Darurat.
Foto: ANTARA/Irfan Anshori
Peserta Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar mengikuti pembelajaran secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (12/7/2021). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur menetapkan MPLS bagi siswa baru tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/SMKLB tahun ajaran 2021/2022 dilakukan secara jarak jauh (Daring) dimulai hari ini, hingga Jumat (16/7/2021) karena masih berada pada masa PPKM Darurat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam survei baru-baru ini, perusahaan software Kaspersky mengidentifikasi tantangan teknis yang dihadapi oleh keluarga di kawasan Asia Pasifik (APAC) selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang masih berlangsung.

Kaspersky menunjuk lembaga riset Toluna untuk melakukan survei ini dari periode April-Mei 2021. Responden di Asia Pasifik termasuk 517 orang tua dan guru serta 64 anak yang melakukan belajar online.

Baca Juga

Untuk memfasilitasi anak-anak mereka dengan perangkat yang dibutuhkan saat belajar online, lebih dari setengah atau satu dari setiap dua keluarga di Asia Pasifik (49 persen) dengan dua atau lebih anak harus membeli atau menyewa perangkat tambahan demi mendukung jalannya pembelajaran. Angka ini merupakan yang tertinggi kedua secara global, setelah Afrika (62 persen).

Amerika Latin mengikuti di 48 persen, sementara Timur Tengah mencatat yang terendah di 42 persen. Menarik juga untuk dicatat bahwa lebih dari separuh anak-anak di Asia Pasifik (59 persen) melakukan kelas online mereka melalui ponsel cerdas.