REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Survei terbaru menunjukkan hampir 80 persen Muslim Australia mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan. Hasil ini merupakan laporan Komisi Hak Asasi Manusia Australia yang melakukan survei nasional terhadap lebih dari 1.000 Muslim.
Tindakan ini sebagai reaksi setelah serangan teroris Maret 2019 di Selandia Baru oleh seorang nasionalis kulit putih Australia. Laporan yang dirilis pada Selasa (20/7), mengatakan hampir 80 persen Muslim Australia mengalami diskriminasi.
Diskriminasi paling sering terjadi ketika berurusan dengan penegakan hukum, di tempat kerja atau ketika mencari pekerjaan seperti di toko atau restoran, dan online. Sebenarnya lebih dari 60 persen Muslim Australia setuju Australia adalah masyarakat yang ramah.
Tetapi, hampir seperempatnya merasa tidak dapat berbicara ketika mereka atau seseorang yang mereka kenal mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan. Hampir 80 persen Muslim mengatakan serangan teror Christchurch, Selandia Baru membuat mereka selalu khawatir.
Hampir semua orang yang diwawancarai dapat memberikan contoh seseorang dalam keluarga dekat atau kelompok pertemanan mereka yang pernah menjadi korban pelecehan, atau insiden kebencian atau fitnah. “Kisah-kisah yang dibagikan Muslim Australia untuk proyek ini telah menyadarkan saya bahwa arus bawah diskriminasi agama, fitnah, dan kebencian yang bermanifestasi begitu mengerikan dalam serangan Christchurch bukanlah penyimpangan,” kata Tan dalam laporan itu dilansir dari The Sydney Morning Herald.
“Pengalaman Islamofobia dan kebencian anti-Muslim rutin dialami di Australia," katanya.