Sabtu 24 Jul 2021 17:56 WIB

Proyek Film Serangan Masjid Christchurch Ditunda

Sutradara akan mematangkan kembali naskah film tersebut.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTSCHURCH -- Sutradara film serangan teror di Masjid Christchurch pada Maret 2019 lalu mengumumkan akan menunda proyek tersebut. Dia mengaku sangat menyesal atas rasa sakit yang diderita oleh keluarga korban.

Sutradara film The Are Us Andrew Niccol mengatakan adanya distribusi yang salah dari draft naskah film. “Skripnya masih jauh dari final dan tidak pernah dimaksudkan untuk dibagikan kepada anggota komunitas Muslim yang terkena dampak,” kata Niccol dalam sebuah pernyataan, dilansir NZHerald, Sabtu (24/7).

Baca Juga

Pengembangan film itu ditunda sampai mendapat konsultasi penuh dengan komunitas Muslim Selandia Baru. "Semua adegan dalam naskah adalah pengganti sampai kami menyelesaikan konsultasi lebih lanjut dengan keluarga,” tambahnya.

Draf naskah itu dikecam sebagai penulisan ulang Hollywood atas sejarah Selandia Baru. Ini termasuk 15 kematian dan lebih banyak luka-luka di sepanjang 17 halaman.

Bulan lalu Perdana Menteri Jacinda Ardern menentang proyek film tersebut dan mengatakan kurangnya persiapan yang matang. Bahkan, dia mengaku tahu tentang rencana film beberapa jam sebelum pengumuman dibuat.

“Saya tidak memiliki keterlibatan atau tidak memiliki informasi. Rasanya sangat cepat untuk Selandia Baru. Ini adalah cerita komunitas dan cerita keluarga,” kata Ardern.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan bulan lalu, jurnalis dan penyair pemenang penghargaan Mohamed Hassan menuduh industri film menghapus komunitas Muslim dari narasi dan menggunakannya sebagai alat peraga.

“Kami bersyukur atas empati dan kehangatan serta berbagi. Itu adalah momen yang membentuk kami, memberi kami jalan melewati kegelapan. Tapi proses itu belum berakhir. Kami belum sembuh. Kami belum siap untuk beranjak,” ucap dia.

Sebuah petisi untuk menutup film tentang serangan masjid Christchurch saat ini memiliki hampir 75 ribu tanda tangan. Asosiasi Pemuda Islam Nasional (NIYA) memulai petisi dan mengatakan film tersebut mengesampingkan para korban dan penyintas. Malahan film itu berpusat pada tanggapan seorang wanita kulit putih.

“NIYA berpendapat pengembangan film semacam tidak mewakili pengalaman hidup komunitas Muslim Christchurch dan komunitas Muslim Selandia Baru yang telah menghadapi kengerian dan teror pada serangan 15 Maret,” tulis pernyataan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement