REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyebut setidaknya ada tiga hal utama yang harus dilakukan secara paralel untuk pengembangan perbankan syariah. Tiga hal tersebut yakni peningkatan permintaan, peningkatan pasokan, dan pengembangan infrastruktur.
Direktur Jasa Keuangan Syariah KNEKS Taufik Hidayat mengatakan, peningkatan pasokan sendiri artinya penguatan kapabilitas dan permodalan dari sisi bank syariah. Penguatan pada sisi ini akan mempengaruhi pricing atau margin bank syariah yang sangat tergantung oleh struktur cost of fund atau biaya dana.
Untuk mendapatkan biaya dana yang rendah, bank harus mempunyai CASA rasio atau dana murah yang tinggi. CASA tinggi ditopang oleh kapabilitas teknologi informatika (TI) dan layanan untuk menggarap segmen ritel dan kuat dalam transactional banking.
"Hal ini tentu memerlukan investasi TI dan SDM, dimana saat ini on average bank syariah masih tertinggal dari bank konvensional," ungkap Taufik kepada Republika, Senin (26/7).
Maka, pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI) oleh Kementerian BUMN merupakan salah satu cara untuk menghadirkan bank syariah yang dapat menjadi prime mover dan bersaing kompetitif dengan bank konvensional. Dengan kondisi permodalan atau aset secara rata-rata jauh di bawah perbankan konvensional, maka perlu pula ada temporary tax incentive untuk mengakselerasi industri perbankan syariah.
Peningkatan pasokan juga dapat dilakukan melalui inovasi produk. Seperti pembiayaan syariah untuk proyek KPBU dengan menggunakan akad IMBT, pengembangan investment account, tabungan dan gadai emas, inovasi dalam digital banking, serta kolaborasi dengan keuangan sosial syariah.
Sementara, pengembangan infrastruktur meliputi pengembangan pendukung. Hal tersebut antara lain, harmonisasi regulasi, penguatan riset dan pengembangan, SDM, serta pengembangan infrastruktur teknologi digital.