Jumat 27 Dec 2024 23:19 WIB

Ekonom Sebut Bullion Bank Bisa Jadi ‘Pintu Keluar’ terhadap Mandeknya Perbankan Syariah

Bank emas bakal menjadi jembatan cemerlangnya industri perbankan syariah Indonesia.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Bank emas bakal menjadi jembatan tumbuh cemerlangnya industri perbankan syariah di Indonesia. ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Bank emas bakal menjadi jembatan tumbuh cemerlangnya industri perbankan syariah di Indonesia. ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Sharia Economic Development Institute for Development of Economics and Finance (CSED Indef) Hakam Naja menyoroti tentang prospek perbankan syariah, khususnya pada aspek hilirisasi berupa bullion bank atau bank emas. Menurutnya, bank emas bakal menjadi jembatan tumbuh cemerlangnya industri perbankan syariah di Indonesia. 

“Isu terbaru perbankan syariah adalah terkait bullion bank atau bank emas. Bank emas saya kira bisa menjadi salah satu pintu keluar terhadap mandeknya perbankan syariah,” ujar Naja dalam diskusi publik bertajuk ‘Outlook Ekonomi Syariah 2025: Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen’ yang digelar secara daring, Jumat (27/12/2024).

Baca Juga

Naja menerangkan bank emas bisa melayani kegiatan usaha perbankan dengan instrument logam mulia. Dengan adanya bank emas, ekosistem emas akan terintegrasi dari hulu ke hilir untuk kebutuhan berbasis emas, mulai dari simpanan, titipan, pembiayaan, investasi, hingga perdagangan. 

Dengan memanfaatkan bank emas, nantinya masyarakat yang kerap menyimpan emas dalam bentuk fisik di rumah, bisa mengalihkannya ke bank emas dengan keamanan yang lebih terjamin. Lebih lanjut, perbankan nantinya pun tidak akan menjadikan itu sebagai simpanan belaka, tetapi masuk ke neraca. 

“Jadi nanti tidak perlu ke Antam lagi, jadi tabungan kita kalau 10 tahun lalu harganya Rp500 ribu, sekarang Rp1,5 juta, maka nilai 1,5 juta ada di rekening bank kita, tidak ada perlu menyimpan lagi emas,” ungkapnya. 

Naja melanjutkan, selama ini dari emas Indonesia hanya mendapatkan biaya pengolahan industri atau cost of manufacturing karena bullion bank-nya ada di Singapura. 

“Selama ini kita hanya menjadi ‘tukang jahit’ saja, diserahkan ke Singapura karena bullion bank paling dekat adanya di Singapura, dan bahkan Singapura pada masa puncak perdagangan pernah mengimpor 400 ton emas, padahal produksi Indonesia kurang dari 100 ton, maka dia memang mereka 95 persen impor dari luar, dari Indonesia, Malaysia, China,” jelasnya. 

Naja menekankan Indonesia akan segera memiliki bank emas setelah dirilisnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion, sebagai amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). 

Menurut Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, produksi emas Indonesia pada 2023 mencapai 83 ton, lebih rendah dari target 106 ton, menjadikan Indonesia penghasil emas terbesar keenam di dunia. 

“Jadi masa depan kita adalah bullion bank. Ke depan saya kira harus semakin banyak bank syariah yang memanfaatkan bank emas ini karena ini bisa menjadi pendorong atau pemicu pertumbuhan perbankan syariah dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

Menurut penuturan Naja, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merupakan bank yang paling siap untuk melancarkan terealisasinya bank emas di Indonesia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement