Rabu 28 Jul 2021 11:15 WIB

Inggris: Prinsip Demokrasi dan HAM akan Bantu Tunisia

Tunisia mengalami krisis politik setelah presien membubarkan pemerintahan

Red: Nur Aini
Aparat keamanan Tunisia berjaga usai Presiden Kais Saied membekukan parlemen dan membubarkan pemerintahan, Ahad (25/7)
Foto: EPA
Aparat keamanan Tunisia berjaga usai Presiden Kais Saied membekukan parlemen dan membubarkan pemerintahan, Ahad (25/7)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris mengatakan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia di Tunisia akan membantu menyelesaikan krisis politik terburuk negara itu dalam satu dekade. Presiden Tunisia Kais Saied, yang didukung oleh tentara, memecat perdana menteri dan membekukan parlemen pada Ahad (25/7), memicu kekhawatiran di Barat yang memuji transisi negara itu dari otokrasi sejak pemberontakan Musim Semi Arab tahun 2011.

"Kami percaya bahwa solusi untuk tantangan Tunisia saat ini hanya dapat dicapai melalui prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, hak asasi manusia, dan kebebasan berbicara," kata Kantor Luar Negeri Inggris dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Segera setelah Presiden Tunisia Kais Saied mengatakan dia telah menggulingkan pemerintah, puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan kota untuk memuji langkah yang dikecam oleh para pengkritik Saied sebagai kudeta. Saat mereka bersorak, membunyikan klakson mobil dan menyalakan kembang api, para pendukung bersuka ria atas keputusan Presiden Kais Saied dan kejatuhan partai islam moderat Ennahda, partai terbesar di parlemen dan lawan politik utama Kais Saied.

Situasi itu menunjukkan bagaimana satu dekade setelah revolusi Tunisia 2011 yang memperkenalkan demokrasi, aktivisme jalanan tetap menjadi kekuatan yang berpotensi kuat - dan yang dapat menyebabkan konfrontasi setelah Ennahda menyerukan orang-orang untuk memprotes Saied. Kerumunan pada Ahad malam menentang jam malam Covid-19 ketika mereka berkumpul di lingkungan sekitar maupun kota-kota negara itu serta di sepanjang jalan utama Habib Bourguiba di Tunis yang telah lama menjadi pusat protes di ibu kota.

Ribuan orang termasuk banyak keluarga berjalan di sepanjang jalan yang dipenuhi pepohonan, mengibarkan bendera nasional, menari dan menyalakan suar merah. "Presiden sangat berani... kami tahu ini bukan kudeta," kata Amira Abid, seorang perempuan di pusat kota Tunis saat mencium bendera Tunisia.

Segera setelah itu, Saied sendiri tiba untuk bertemu dengan para pendukung yang gembira di jalan itu di mana protes terbesar terjadi pada 2011.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement