Sabtu 31 Jul 2021 00:30 WIB

Kaderisasi Ulama dan 3 Proses yang tak Sederhana Menurut MUI

MUI menilai kaderiasi ulama mempunyai proses yang tak sederhana

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menilai kaderiasi ulama mempunyai proses yang tak sederhana
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menilai kaderiasi ulama mempunyai proses yang tak sederhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan mempunyai program pendidikan dasar ulama. Namun, MUI menilai tidak semua lulusan pendidikan dasar ulama atau kaderisasi ulama bisa menjadi ulama.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengatakan, MUI sudah punya program pendidikan dasar ulama di tingkat kabupaten dan kota. Di tingkat provinsi juga ada pendidikan kader ulama tingkat provinsi.

Baca Juga

"Kami juga ada pendidikan kader ulama tingkat pusat, bahkan kami meluncurkan beasiswa untuk kader ulama yang S3, kerjasama MUI dengan Baznas," kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Jumat (30/7).

Dia menegaskan, meski MUI, universitas negeri Islam, dan pesantren sudah melakukan pengkaderan ulama, tapi tidak cukup. Sebab tidak semua lulusan pengkaderan ulama bisa menjadi ulama.

Dia menerangkan, ada proses yang panjang untuk menjadi ulama. Pertama, proses untuk mendapat kedalaman ilmu agama. Kedua, proses pengamalan ilmu agama dan akhlak. Kedua, proses ghirah perjuangannya kepada masyarakat.  

"Pendidikan ulama selain soal formalistik dan sistem lokal itu, juga ada pendidikan ulama yang sifatnya terjun di masyarakat, karena proses regenerasi ulama adalah sebuah keniscayaan," ujarnya.

MUI juga berduka atas banyaknya ulama yang wafat selama masa pandemi Covid-19. Sebab jika ulama dipanggil Allah SWT artinya ilmu agama dicabut dari muka bumi secara perlahan, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist. "Kita prihatin tapi kita kembalikan kepada Allah karena Allah Yang Mahatahu," jelasnya.

Kiai Cholil menyampaikan, memang belum ada jumlah pasti ulama yang wafat di masa pandemi Covid-19. Sehubungan dengan itu, dia sudah menugaskan tim di bidang keagamaan dan sosialisasi serta di gerakan nasional MUI penanggulangan Covid-19 dan dampaknya untuk mendata ulama yang wafat selama pandemi.

Menurutnya, nanti akan ada data ulama yang meninggal karena Covid-19 dan meninggal secara normal. Kalau jumlah ulama yang wafat selama pandemi yang dihitung Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hampir mencapai 600 ulama.

"Kalau di MUI ada dari Muhammadiyah, Mathla'ul Anwar (dan lain-lain), makanya saya bilang mungkin sudah lebih dari 900 (ulama wafat) kalau itu termasuk dengan ulama-ulama dengan kategori yang mumpuni ilmu keagamaan atau aktivis dakwah," jelasnya.    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement