Friday, 18 Jumadil Akhir 1446 / 20 December 2024

Friday, 18 Jumadil Akhir 1446 / 20 December 2024

DPD Minta Pengelolaan Limbah Covid-19 Dilakukan Maksimal

Ahad 01 Aug 2021 12:15 WIB

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Gita Amanda

Limbah medis. Ilustrasi. Limbah medis atau infeksius yang termasuk B3 (bahan berbahaya dan beracun) akan menjadi sumber penularan Covid-19, jika tidak dikelola dengan baik.

Limbah medis. Ilustrasi. Limbah medis atau infeksius yang termasuk B3 (bahan berbahaya dan beracun) akan menjadi sumber penularan Covid-19, jika tidak dikelola dengan baik.

Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Berdasarkan catatan pemerintah, terdapat sekira 18.460 ton limbah medis per 27 Juli

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti penanganan limbah medis Covid-19 yang belum maksimal. Limbah medis atau infeksius yang termasuk B3 (bahan berbahaya dan beracun) akan menjadi sumber penularan Covid-19, jika tidak dikelola dengan baik.

“Penanganan limbah medis Covid-19 tidak boleh dianggap sepele. Harus dikerjakan cepat, aman dan efisien sebagai bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran virus Covid-19 dan penyakit lainnya,” ujar La Nyalla lewat keterangan tertulisnya, Ahad (1/8).

Baca Juga

Berdasarkan catatan pemerintah, terdapat sekira 18.460 ton limbah medis per 27 Juli 2021. Limbah tersebut berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit, puskesmas, RS Darurat Covid-19, wisma isolasi, tempat karantina mandiri, dan vaksinasi.

"Saya dengar pemerintah menyiapkan dana Rp 1,3 triliun untuk pengelolaan limbah B3 medis tersebut. Dengan dana sebesar itu penanganannya harus lebih sistematis dan tepat,” ujar La Nyalla.

Sampai saat ini, baru 4,1 persen rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas pembakaran limbah medis B3 atau insinerator yang berizin. Sementara itu ada 20 pelaku usaha pengelolaan limbah di seluruh Indonesia, tetapi hampir semuanya di Pulau Jawa.

"Segera dibangun alat-alat pemusnah limbah B3 medis di tiap kota atau kabupaten, minimal provinsi. Apakah memakai insinerator atau alat lain itu terserah pada Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar La Nyalla.

Di samping itu, ia mengusulkan agar limbah medis yang berpotensi untuk didaur ulang sebaiknya didaur ulang menjadi produk baru. Namun, tetap harus memperhatikan faktor keamanan dan dan kesehatan.

“Kalau memungkinkan didaur ulang, kenapa tidak. Justru lebih bagus, karena  nantinya akan nilai tambah secara ekonomi,” ujar La Nyalla.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler