Selasa 03 Aug 2021 02:10 WIB

Asosiasi Minta Keringanan untuk Industri HPTL

Tahun lalu diperkirakan ada lebih dari 50 ribu pekerja yang diserap industri HPTL.

Petani menyiram tanaman tembakau di Desa Dasok, Pamekasan, Jawa Timur (ilustrasi). Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo) meminta keringanan kepada pemerintah untuk pelaku industri hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) karena beban ganda yang dipikul oleh pelaku industri tersebut pada masa pandemi Covid-19.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani menyiram tanaman tembakau di Desa Dasok, Pamekasan, Jawa Timur (ilustrasi). Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo) meminta keringanan kepada pemerintah untuk pelaku industri hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) karena beban ganda yang dipikul oleh pelaku industri tersebut pada masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo) meminta keringanan kepada pemerintah untuk pelaku industri hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) karena beban ganda yang dipikul oleh pelaku industri tersebut pada masa pandemi Covid-19. Ketua Apnnindo Roy Lefrans mengatakan pada saat pandemi dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), industri HPTL menjadi salah satu yang paling terpukul karena selain beban tarif cukai yang tinggi, saat ini sudah terkena dampak penurunan daya beli masyarakat.

"Jadi industri HPTL ini menanggung beban ganda. Tarif cukai yang tinggi, ditambah tren penurunan penjualan akibat pandemi. Tanpa ada PPKM pun sebenarnya penjualan sudah menurun karena daya beli masyarakat menurun," ujar Roy dalam keterangan di Jakarta, Senin (2/8).

Roy menjelaskan akibat pandemi banyak toko-toko pengecer HPTL yang gulung tikar akibat berkurangnya kunjungan konsumen. Meski tak menyebut angka pasti, namun Roy mengatakan jumlah peritel HPTL yang gulung tikar cukup signifikan, sehingga berdampak langsung kepada penyerapan tenaga kerjanya.

Sementara beberapa pelaku lain mencoba mencari selamat dengan mengalihkan fokus penjualan secara daring. Lantaran masih baru pula, industri HPTL masih ditopang oleh pelaku usaha skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang pertumbuhannya masih sangat terbatas.

Oleh karenanya yang menjadi fokus industri HPTL saat ini adalah untuk mempertahankan keberlangsungan industri tanpa perlu melakukan pengurangan pekerja. "Saat ini, kami sudah tidak bicara bagaimana meningkatkan omset, atau keuntungan. Fokus kami saat ini bagaimana bisa bertahan di masa pandemi. Objektifnya bukan lagi soal profit, namun bagaimana untuk survive, tetap produksi, kemudian tidak mengurangi karyawan," kata Roy.

Tidak hanya pengecer, tekanan serupa juga dialami seluruh lini industri HPTL mulai dari hulu sampai hilir. Tutupnya toko-toko pengecer HPTL membuat tujuan distribusi berkurang sehingga distributor juga mulai pasokan barang. Hal itu kemudian memaksa produsen mau tidak mau harus mengurangi produksinya.

Melansir keterangan dari Kementerian Perindustrian, meski relatif baru, pertumbuhan industri HPTL sejatinya terjadi cukup signifikan. Tahun lalu diperkirakan ada lebih dari 50 ribu pekerja yang diserap industri ini. Lebih lanjut ada sekitar 500 produsen, 150 distributor atau importir, dan lima ribu lebih pengecer.

"Namanya industri, kalau satu lininya bermasalah pasti akan berdampak kepada lini lainnya. Toko ritel tutup, distributor berkurang sehingga yang mengambil barang dari produsen juga berkurang. Pada akhirnya produsen juga akan mengurangi produksi, atau yang sudah terlanjur harus menanggung kerugian," ujar Roy.

Untuk meringankan beban sekaligus menjaga keberlangsungan industri serta pemasukan negara, Apnnindo berharap pemerintah dapat memberikan keringanan terhadap industri HPTL. Misalnya dengan mengatur ulang atau setidaknya tidak meningkatkan tarif cukai HPTL, sebab saat ini industri HPTL telah menanggung tarif cukai yang tinggi, sebesar 57 persen dari harga jual eceran (HJE).

Insentif baik fiskal maupun non fiskal juga diharapkan Appnindo dapat diberikan oleh pemerintah guna menjaga kebertahanan industri HPTL. Termasuk juga agar penanganan pandemi dapat dilakukan secara efektif, guna meningkatkan kembali daya beli masyarakat.

Sejak dilegalkan pada akhir 2018, penerimaan cukai HPTL terus tumbuh signifikan. Misalnya pada 2018, HPTL menyumbang cukai Rp99 miliar, kemudian meningkat lagi menjadi Rp427 miliar pada 2019. Dan pada tahun 2020 lalu, HPTL menyumbang kepada kas negara dari cukai sebesar Rp689 miliar.

Tahun ini diperkirakan penerimaan cukai HPTL tidak akan tumbuh positif, dikarenakan para pelaku HPTL telah mengurangi pemesanan pita cukai tahun ini akibat pengurangan produksi yang dilakukan."Tahun ini pemesanan pita cukai direm karena produksi juga berkurang. Sebenarnya sejak kuartal II 2020, sudah mulai ada tren penurunan pemesanan pita cukai. Per kuartal tahun ini mungkin hanya Rp100 miliar, itu pun masih banyak produk berpita cukai tahun lalu yang belum terserap oleh pasar," kata Roy.

Kelonggaran yang didapat oleh pelaku usaha kecil seperti rumah makan yang kini boleh beroperasi secara terbatas juga diharapkan Roy dapat diberikan kepada toko-toko pengecer HPTL. Hal itu diperlukan untuk menjaga agar mereka dapat tetap beroperasi sehingga tak perlu memberhentikan pekerja yang bergantung dari industri tersebut.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement