REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta (ANTARA) - Petani kopi Sarongge, Tosca Santoso menilai, konsep perhutanan sosial dapat mendorong perekonomian nasional bergerak dari bawah.
"Perhutanan sosial ini kan konsep pengembangan ekonomi dari bawah," ujar Tosca Santoso dalam diskusi bertema "Menyoal Revisi PP 72/2010 tentang Perhutani dan Rekonfigurasi Hutan di Pulau Jawa" dipantau via daring di Jakarta, Selasa (3/8).
Ia mengatakan, sejak digalakkan 2016 perhutanan sosial terbukti menghidupkan ekonomi warga tepi hutan. Tidak hanya mengenai ekonomi yang bergeliat, tapi juga kiprah mereka merawat hutan. Di samping itu, lanjut dia, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
"PP yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja ini, pemerintah menggariskan hal baru bahwa hutan di wilayah Jawa sebagian akan dikelola langsung, tidak melalui badan usaha seperti sekarang ini," kata Tosca yang juga jurnalis senior itu.
Maka itu, ia meminta pemerintah segera merevisi PP 72/2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara agar dapat mengakomodir kesempatan masyarakat mengelola hutan. Kendati demikian, ia mengakui bahwa terdapat beberapa tantangan bagi kelompok tani hutan yang mengelola hutan, salah satunya permodalan dan akses pasar yang semuanya harus direncanakan dengan baik.
Selain itu, ia menambahkan, revisi PP 72/2010 itu juga akan membuat luas lahan Perhutani berkurang dan berdampak pada berkurangnya pendapatan pajak negara. Namun, kata dia, model perhutanan sosial di sisi lain dapat menopang ekonomi kelompok tani menjadi lebih bagus sehingga mendongkrak daya beli masyarakat.
"Tidak usah khawatir, jangka pendek memang pendapatan pajak akan turun karena status hutannya dikelola masyarakat lewat perhutanan sosial," katanya.
Meski lahan Perhutani berkurang, menurut Tosca, juga tidak akan mempengaruhi kinerja Perhutani. Sebab Perhutani nantinya dapat lebih fokus menggarap usahanya dan mengejar visinya sebagai perusahaan kehutanan terkemuka di dunia.