REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kurun waktu tiga pekan terakhir, Kementerian Kesehatan merilis angka Kematian akibat Covid-19 yang cenderung tinggi, dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi wilayah kontribusi paling besar. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Panji Fortuna Hadisoemarto menyampaikan, berdasarkan analisis data National All Record (NAR) Kemenkes, didapati pelaporan kasus kematian di daerah tidak bersifat real time dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
“Contohnya laporan kemarin di Kota Bekasi, Jawa Barat pada Selasa (10/8), dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari Juli sebanyak 57 persen dan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Lalu 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian di pekan pertama bulan Agustus,” ujar Panji seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (11/8).
Contoh lain, dia melanjutkan, di Kalimantan Tengah di mana 61 persen dari 70 angka kematian yang dilaporkan pada Selasa adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, namun baru diperbaharui statusnya. NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang dikelola oleh Kemenkes.
Berdasarkan laporan kasus Covid-19 di tanggal 10 Agustus 2021, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada pekan sebelumnya. Bahkan, ia menyebutkan sebanyak 10,7 persen diantaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari, namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan pasien telah meninggal.
Panji menuturkan lebih dari 50 ribu kasus aktif yang saat ini adalah kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat, namun belum dilakukan pembaharuannya. Kemenkes saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif tersebut.
"Jadi, beberapa hari kedepan akan ada lonjakan di angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus Covid-19. Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi," ujarnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati mengakui adanya keterlambatan dalam pembaharuan pelaporan dari daerah. Hal itu diakibatkan oleh keterbatasan tenaga kesehatan menginput data karena tingginya kasus di daerah mereka pada beberapa yang pekan lalu.
“Tingginya kasus di beberapa pekan sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem NAR Kemenkes. Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua pekan ke depan," kata dia.
Kemenkes sangat mengapresiasi pemerintah daerah yang telah melakukan pembaharuan data sesegera mungkin. “Tentunya ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus berpacu menyampaikan data yang transparan dan real time kepada publik,” kata dia.