Kamis 12 Aug 2021 12:26 WIB

KPK Dalami Peruntukan Tanah di Munjul untuk Program DP 0

KPK akan menggali lebih jauh dugaan tindak pidana pengadaan tanah di Munjul.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami peruntukan pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. KPK menduga peruntukan tanah tersebut untuk program DP 0 persen yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Foto: Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri, tengah)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami peruntukan pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. KPK menduga peruntukan tanah tersebut untuk program DP 0 persen yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (Foto: Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri, tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami peruntukan pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. KPK menduga peruntukan tanah tersebut untuk program DP 0 rupiah yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

"Kami mengonfirmasi pada saksi-saksi terkait hal tersebut, didalami lebih jauh," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri di Jakarta, Kamis (12/8).

Baca Juga

Ali menjelaskan, pendalaman materi peruntukan pembelian tanah di Munjul juga dilakukan tidak lepas dari bagian pendalaman perkara dugaan korupsi tersebut. Dia melanjutkan, KPK akan menggali lebih jauh dugaan tindak pidana tersebut.

"Iya didalami lebih jauh. Di antaranya mengkonfirmasi pada saksi-saksi terkait hal tersebut," kata Ali lagi.

Pada Selasa (10/8) lalu, KPK memeriksa Plh Pembinaan BUMD periode 2019, Riyadi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul Tahun Anggaran 2019. Riyadi ditanyai mengenai mekanisme program andalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tersebut.

"Didalami mengenai pengetahuan saksi terkait bagaimana proses regulasi terkait program DP 0 rupiah," kata Ali, Rabu (11/8).

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima tersangka yakni mantan Direktur Perumda Sarana Jaya, Yoory Corneles, Direktur serta Wakil Direktur PT. Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA) dan Anja Runtunewe (AR) dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudi Hartono Iskandar (RHI). KPK juga menjadikan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi.

Kasus bermula sejak adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana di hadapan notaris antara pihak pembeli yakni Yoory C Pinontoan dengan pihak penjual yaitu Anja Runtuwene Pada 08 April 2019.

Masih di waktu yang sama, juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja Runtuwene pada Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtuwene sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar.

Uang tersebut diperuntukan untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Cipayung, Jakarta Timur. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.

Sementara, pembelian tanah dilakukan agar dapat diperuntukan bagi Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di-“markup”, salah satunya pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement