REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui bukunya, ‘Among the Mosques’, Ed Husain membantu pembaca memahami Muslim dengan lebih baik. Dalam penggarapan buku terbarunya ini, Husain sengaja mengunjungi masjid-masjid di seluruh Inggris untuk mengungkapkan keprihatinannya terhadap masa depan Islam di negara ini dan memperingatkan kelemahan identitas sebagai Muslim yang hanya didasarkan pada iman.
Ed Husain juga mengatakan, risetnya menunjukkan risiko pemisahan komunitas Muslim dan betapa tidak adilnya perempuan Islam diperlakukan di masjid-masjid di Inggris. Mantan penasihat perdana menteri saat itu Tony Blair juga mencatat bagaimana beberapa komunitas Muslim menginginkan kebebasan beragama tanpa menerima tanggung jawab yang menyertainya.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Eastern Eye, Husain menjelaskan, dalam bukunya, dia menceritakan banyak kisah positif yang dia lihat. Dia juga berharap buku ini akan memecahkan beberapa persoalan yang selama ini masih menghambat umat Muslim di Inggris.
Negara ini memiliki hampir 70 juta orang, lima juta di antaranya adalah Muslim, lima juta lainnya berasal dari etnis minoritas yang berbeda, dan sisanya adalah kulit putih. Meski Inggris telah cukup banyak terlihat masjid-masjid besar, terutama di kota-kota besar, namun masih banyak yang merasa tak yakin dengan apa yang dilakukan di dalam masjid, bahkan mungkin takut dengan keberadaan masjid-masjid ini, kata Husain.
“Apa yang saya coba lakukan adalah masuk dan menunjukkan bahwa ini sebagian besar adalah tempat damai, cinta, spiritualitas, terhubung dengan Tuhan, orang-orang yang beribadah. Itu (masjid) hanya ruang terbuka,” jelas pria kelahiran London timur ini.
“Tetapi ruang terbuka perlu dibuka dan membiarkan orang masuk. Saya pikir orang akan melihat ini adalah tempat ibadah. Saya telah terlibat dalam peribadatan, dan saya telah menunjukkan bagaimana peribadatan itu dilakukan,” sambungnya.
Namun, penelitian Husain juga menunjukkan beberapa tantangan yang dihadapi masyarakat. Dia mencatat bagaimana beberapa masjid menggunakan tempat ibadah sebagai pusat politik. “Itulah yang kami lihat di Austria, Prancis, Jerman, Swiss – upaya untuk menutup beberapa masjid. Kami tidak ingin pergi ke sana di negara ini. Penting bagi kita untuk memahami apa yang sedang terjadi, dan saya pikir buku ini akan membantu pembaca memahami apa yang terjadi di dalam masjid dan di dalam komunitas Muslim,” kata pria keturunan Arab Saudi dan British India itu.