REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Ketua DPR sekaligus Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani mengungguli Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemasangan baliho menjadi salah satu hal yang berdampak kepada elektabilitas keduanya.
Namun, berdasarkan survei Charta Politika yang melakukan simulasi terhadap 10 nama yang berpotensi menjadi calon presiden, Puan dan Airlangga berada peringkat buncit. Puan dengan elektabilitas sebesar 1,4 persen dan Airlangga sebesar 1,0 persen.
"Ternyata ketika diuji di 10 nama berada di peringkat bawah, ada Puan 1,4 persen dan Airlangga 1 persen," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam rilis daringnya, Kamis (12/8).
Elektabilitas Puan dan Airlangga bahkan kalah dari nama-nama yang tidak memasang baliho di banyak daerah. Tepat di atas Puan ada nama Menteri BUMN Erick Thohir dengan 1,8 persen dan Menteri Sosial Tri Rismaharini dengan 3,6 persen.
"Kita lihat 10 nama, Ganjar Pranowo berada di tingkat pertama 20,6 persen, Anies Baswedan menyusul 17,8 persen, Prabowo 17,5 persen," ujar Yunarto.
Di bawah Prabowo, ada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (7,7 persen), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (7,2 persen), dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (4,2 persen).
Kendati demikian, pemasangan baliho berimplikasi terhadap tingkat pengenalan masyarakat terhadap Puan dan Airlangga. Dari 38 nama tokoh, nama Puan berada di peringkat ke-11 dengan tingkat pengenalan sebesar 60,7 persen.
Sedangkan Airlangga berada di peringkat ke-25 dengan tingkat pengenalan sebesar 30, 4 persen. Namun, ia menjelaskan, tingkat pengenalan yang tinggi lewat pemasangan baliho tidak selamanya berkorelasi baik dengan elektabilitas seseorang.
Sebaliknya, hal tersebut dapat menjadi bumerang yang malah menyebabkan elektabilitas Puan dan Airlangga menurun. Sebab, pemasangannya dilakukan di saat masyarakat tengah kesulitan akibat pandemi Covid-19.
"Pilihan menggunakan baliho yang orang tahu itu menggunakan dana yang sangat besar, itu akan menjadi efek bumerang dalam situasi krisis sulit seperti sekarang ini. Karena ketika bicara kondisi sulit, tapi ada elite yang bisa menggunakan uang miliaran untuk kebutuhan dirinya narsis, itu akan direspon berat," ujar Yunarto.
Charta Politika melakukan survei pada 12 hingga 20 Juli 2021, dengan jumlah responden sebanyak 1.200. Wawancara dilakukan secara tatap muka, dengan metode multistage random sampling.
Unit sampling primer survei (PSU) ini adalah desa/kelurahan dengan jumlah masing-masing 10 orang dari 120 desa/kelurahan yang tersebar di Indonesia. Adapun margin of error sebesar kurang lebih 2,83 persen.