REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan hasil penelitian yang diolah lagi, diperkirakan minuman beralkohol bisa membuat kerusakan atau kerugian senilai Rp 256 triliun di Indonesia. Hal ini disampaikan Anggota DPR RI Fraksi PPP, Achmad Baidowi atau Awiek saat Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (12/8).
Baidowi menerangkan, ada dampak minuman beralkohol secara langsung. Kerugian Rp 256 triliun akibat minuman beralkohol itu dihitung dari biaya kesehatan naik, biaya penelitian untuk memitigasi risiko negatif alkohol, biaya akibat kriminal yang dipengaruhi minuman beralkohol dan penegakan hukum.
"Biaya kerusakan properti karena pengaruh minuman beralkohol, biaya administrasi jaminan sosial dan juga biaya beli minuman beralkoholnya," kata Baidowi saat Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional yang digelar MUI secara virtual, Kamis (12/8).
Ia juga menerangkan dampak minuman beralkohol secara tidak langsung. Di antaranya kematian bayi prematur, penurunan produktivitas masyarakat, biaya penahanan dipenjara karena angka kriminalitas naik dipicu minuman beralkohol. Tentu semakin banyak orang dipenjara, negara semakin banyak mengeluarkan uang.
"Risiko kehilangan pekerjaan atau pensiun dini karena sakit (dipicu minuman beralkohol), resiko kerugian material karena menjadi korban kekerasan akibat pengaruh minuman beralkohol, itu yang dimaksud kerugian-kerugian itu," ujarnya.
Baidowi mengatakan, ada sekitar 61 jenis penyakit, kecelakaan dan penyebab kematian akibat minuman beralkohol. Di Amerika Serikat sebuah studi menyebutkan bahwa minuman beralkohol ini menjadi penyebab dari penyakit jantung. Di seluruh dunia terdapat 76 juta orang yang kecanduan minuman beralkohol.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil penelitian tahun 2013 menemukan bahwa negara dengan prevalensi minuman beralkohol yang tinggi berkorelasi dengan turunnya produktivitas kerja. Semakin banyak orang mabuk, maka semakin banyak orang tidak produktif.
"Bagaimana mau produktif, dia tidak bekerja, bangunnya kesiangan, kondisi tidak sadar dan seterusnya (karena minuman beralkohol)," jelas Baidowi.
Sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam MUI sangat mendukung disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol. Mereka sepakat minuman keras beralkohol lebih banyak menimbulkan kerusakan atau kemudharatan, karena itu perlu regulasi yang mengaturnya.
Sejumlah ormas yang hadir dalam Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syarikat Islam, Tarbiyah Perti, Mathla'ul Anwar, Al Washliyah, Al Ittihadiah, Al Irsyad, Persis, PUI, Wahdah Islamiyah, Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang, dan akademisi.