REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Afghanistan berpotensi menghadapi bencana budaya setelah Taliban kini menguasai negara itu. Hal ini disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB di bidang hak budaya, Karima Bennoune. Dia mengatakan dunia harus memberi bantuan kepada para pembela hak asasi manusia atas masalah ini.
“Sangat disayangkan bahwa dunia telah meninggalkan Afghanistan kepada kelompok fundamentalis seperti Taliban yang catatan hak asasi manusianya mengerikan, termasuk dalam melakukan apartheid gender, penggunaan hukuman kejam dan penghancuran sistematis warisan budaya ketika berkuasa,” ujar Bennoune dilansir Ani News, Rabu (18/8).
Bennoune menggarisbawahi kekhawatiran laporan pelanggaran berat yang dilakukan Taliban. Termasuk di antaranya serangan terhadap minoritas, penculikan perempuan pembela hak asasi manusia, pembunuhan seorang seniman, dan pengucilan perempuan dari pekerjaan dan pendidikan.
“Tidaklah cukup bagi pemerintah asing untuk mengamankan keselamatan warga negara mereka sendiri. Mereka memiliki kewajiban hukum dan moral untuk bertindak melindungi hak-hak warga Afghanistan, termasuk hak untuk mengakses pendidikan dan bekerja, tanpa diskriminasi, serta hak setiap orang untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya,” jelas Bennoune.
Ia mencatat tindakan Taliban pada 2001 yang menyerang museum nasional di Afghanistan dengan menghancurkan ribuan karya paling penting. Taliban juga melarang banyak praktik budaya termasuk musik. Ia menyebut selama ini pembeli hak budaya di negara itu telah bekerja tanpa lelah dan dengan risiko besar sejak saat itu untuk merekonstruksi dan melindungi warisan ini, serta untuk menciptakan budaya baru.
Baca juga : Situasi Ibu Kota Afghanistan Berangsur Normal
“Budaya Afghanistan kaya, dinamis, dan sinkretis dan sepenuhnya bertentangan dengan pandangan dunia yang keras dari Taliban,” kata Bennoune menambahkan.
Menurutnya pemerintah yang berpikir bahwa mereka dapat hidup dengan Taliban akan menemukan bahwa ini adalah kesalahan besar yang menghancurkan kehidupan, hak, dan budaya Afghanistan. Ini menghilangkan kemajuan penting yang telah dibuat dalam budaya dan pendidikan dalam dua dekade terakhir dengan dukungan internasional dan melalui upaya internal lainnya.