Ahad 22 Aug 2021 18:30 WIB

Potensi Wakaf Hijau untuk Hijaukan Lahan Kritis

Wakaf Hijau berangkat dari keprihatinan pada 14 juta hektare lahan kritis

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Lahan kritis, (ilustrasi). Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) meluncurkan Green Waqf atau Wakaf Hijau.
Lahan kritis, (ilustrasi). Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) meluncurkan Green Waqf atau Wakaf Hijau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berangkat dari keprihatinan 14 juta hektare lahan kritis di Indonesia, Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS) meluncurkan Green Waqf atau Wakaf Hijau. Inisiator Green Waqf Muhaimin Iqbal mengungkapkan sudah mengkalkulasi bagaimana menghijaukan tanah kritis tersebut secara komersial.

"Dari menghitung-hitung itu ada peluang yang luar biasa," kata Muhaimin dalam acara launching Green Waqf secara virtual, Ahad (22/8).

Baca Juga

Keprihatinan tersebut bukan tanpa alasan. Muhaimin pun sebelumnya heran saat Pemerintah Arab Saudi menggaungkan undangan untuk seluruh dunia, termasuk Indonesia untuk menanam 10 miliar pohon di Saudi Arabia dan 50 miliar pohon Jazirah Arab.

Setelah undangan tersebut diumumkan dua bulan, Muhaimin mengatakan tidak ada perusahaan Indonesia yang merespons. "Satu-satunya yang merespons hanya kami. Lalu kami berkirim surat dan langsung diminta ke Kedubes Arab," jelas Muhaimin.

Kejadian tersebut menggerakan kembali upaya untuk memulihkan 14 juta hektare lahan kritis dan sangat kritis di Indonesia. Muhaimin mengatakan yang paling memungkinkan dengan wakaf.

Muhaimin mengatakan, jika menggunakan upaya lain tidak akan menarik. "Kalau dihitung secara komersial tidak menarik. Tidak ada yang rela segera menanami 14 juta hektare yang terbengkalai ini tersebar di tiga provinsi," ungkap Muhaimin.

Berawal dari alasan tersebut, diputuskan wakaf hijau yang tidak memerlukan penghitungan tersendiri. Dia menuturkan saat ini juga sudah dikaji tanaman yang cocok untuk wakaf hijau tersebut yakni tanaman nyamplung.

"Yang kami lakukan gerakan menanam pohon apa saja tapi utamanya pohon nyamplung karena yang menjadi industri sawit, kopi, dan karet. Sementara kita punya ratusan pohon unggul tapi tidak menjadi industri," jelas  Muhaimin.

Muhaimin memastikan pihaknya menyiapkan industrinya untuk menanam pojon nyamplung. Termasuk juga konsumen yang membeli hasil minyak dan cangkang dari tanaman tersebut.

"Jadi ketika industri ini jalan InsyaAllah sudah jadi bangunan industri yang komplit," tutur Muhaimin.

DIa menegaskan, yang akan didorong yaitu upaya untuk menanam sebanyak-banyaknya. Saat ini sudah terdapat 480 ribu hektare tanaman nyamplung di Indonesia.

Meskipun begitu, Muhaimin menuturkan hasil dari penanaman pohon nyamplung hanya bonus. Fokusnya, kata dia, menyelamatkan 14 juta lahan kritis di Indonesia agar kembali hijau.

"Kalau dapat minyak bonus saja. Untuk mencari ridho Allah. Untuk mencari pahala yang tidak terputus hingga akhir zaman. Kalau ada wawasan ekonomi lainnya itu hasil jangka pendek yang bisa dinikmati masyarakat yang dapat menambah berkah," jelas Muhaimin.

Pendiri dan Direktur WaCIDS Lisa Listiana yakin wakaf hijau dapat memiliki potensi yang positif. Terlebih menurut Lisa, saat ini wakaf mulai mendapatkan tempat dan dibahas di dalam berbagai platform.

"Wakaf potensinya di Indonesia baik yang eksisting saat ini dalam bentuk tanah atau wakaf uang yang potensi mencapai 180 triliun," kata Lisa dalam kesempatan yang sama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement