REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membagikan nilai-nilai yang didapatnya dari Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat terpilih menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia. Dari momen tersebut, ia memahami, terlalu ekstrem membela sesuatu bukanlah hal yang tepat.
Mahfud mengatakan, pemilihan presiden pada 1999 diperebutkan oleh massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mendukung Megawati Soekarnoputri dan kelompok partai Islam yang mendukung BJ Habibie. Namun saat itu, Gus Dur justru terpilih karena dianggap sosok yang paling aman.
"Gus Dur akhirnya yang dipilih. Nah di sini terlihat, orang itu tidak suka dengan yang terlalu ekstrem merah, terlalu ekstrem hijau," ujar Mahfud dalam Haul ke-12 Gus Dur yang digelar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ahad (22/8).
Sebelum Gus Dur terpilih, Mahfud mengatakan, Indonesia saat itu sedang mengkhawatirkan. Sebab, saling ancam dilakukan dua kelompok yang ingin sosok yang didukungnya menjadi presiden, yakni Megawati yang didukung PDIP dan Habibie yang didukung oleh kelompok Islam.
Saat itu, massa PDIP mengeklaim akan memerahkan Jakarta dengan 1,5 juta orang jika Megawati tak terpilih menjadi presiden. Sementara, pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) Abdul Qadir Jaelani yang merespons hal tersebut juga mengancam akan menghijaukan Jakarta dengan massa berjumlah tiga juta.
"Waktu itu menjadi kekhawatiran, mau Mbak Mega atau Habibie, ini bangsa ini akan mengalami luka yang parah. Di situlah, Gus Dur muncul, 'kalau begitu jalan tengahnya ke Gus Dur'," ujar Mahfud.
Setelah itu, Gus Dur berusaha merangkul pihak-pihak yang sebelumnya bertentangan. Ia mengatakan, Megawati ditunjuk sebagai wakil presiden, sedangkan Habibie bersikap kesatria saat pertanggungjawabannya sebagai presiden ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menurut Gus Dur, saat itu, merah atau hijau boleh menjadi simbol perjuangan kelompok-kelompok tertentu. Namun, hal tersebut jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
"Di situ orang mengatakan, Gus Dur tuh cerdik. Sebagai konseptor dia ulung, tapi dalam taktisnya dia cerdik," ujar Mahfud.
Kebersatuan dan toleransi juga selalu ditekankan oleh Gus Dur ketika ia memimpin Indonesia. Mahfud mengatakan, nilai-nilai yang diwariskan oleh Gus Dur akan selalu menemani pikiran dan menemani Indonesia ke masa-masa berikutnya.
"Terus menemani kita, membimbing kita, itu artinya sudah meninggal tapi hidup idenya. Seperti Nabi Muhammad itu sudah mati, tetapi selalu menemani siang dan malam," ujar Mahfud.