REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif pada Ahad (22/8) mengumumkan pengunduran dirinya secara resmi, setelah berkarir sebagai diplomat selama 40 tahun. Dalam pidato perpisahannya, dia meminta maaf kepada seluruh rakyat Iran atas kekurangannya selama menjabat.
"Maafkan saya, tetapi untuk melindungi kepentingan nasional (Iran), saya tidak selalu bisa berbicara seperti yang saya inginkan dan bahkan membela tindakan saya. Saya bersaksi bahwa dalam empat dekade selama menjalani tugas sebagai menteri luar negeri, saya tidak memiliki kepentingan lain selain kepentingan rakyat," ujar Zarif seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (23/8).
Zarif menjabat sebagai menteri luar negeri selama dua periode di bawah pemerintahan reformis Hassan Rouhani. Setelah mundur dari pemerintahan, Zarif akan fokus untuk mengajar dan melakukan penelitian di Universitas Teheran.
Zarif memegang gelar PhD dalam bidang hukum dan kebijakan internasional dari Universitas Denver di Amerika Serikat. Zarif merupakan profesor asosiasi di Universitas Teheran.
Posisi Zarif akan digantikan oleh Hossein Amir-Abdollahian. Dia adalah seorang diplomat veteran dan mantan wakil Zarif di Kementerian Luar Negeri. Zarif mengatakan, tidak semua tujuan kebijakan luar negeri tercapai dalam delapan tahun terakhir. “Sejarah akan menilai nilai pencapaian kita dan alasan kegagalan kita. Tapi kami selalu berusaha yang terbaik," kata Zarif.
Zarif kerap menjadi pusat kontroversi. Dia dijatuhkan sanksi oleh AS karena menjadi pendukung utama kebijakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei. Zarif juga mendapatkan pertentangan dari kaum konservatif karena negosiasi dengan Barat gagal mencapai kesepakatan.
Zarif mengatakan, banyak orang Iran yang tersinggung oleh beberapa tindakannya sebagai menteri luar negeri Iran. Beberapa di antaranya, menyambut wakil kepala Taliban, Mullah Ghani Baradar di Teheran untuk pembicaraan, dan pertemuannya dengan mantan Menteri Luar Negeri AS John Kerry.
Dalam pidato terakhirnya, Zarif mencatat bahwa ada penentangan terhadap inisiatifnya, seperti Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), Konvensi Laut Kaspia, dan perjanjian 25 tahun dengan Cina.
Zarif juga menyebutkan kebocoran file audio pada April tahun ini, yang diterbitkan oleh saluran berita yang berbasis di London. Kebocoran ini memicu badai politik di Iran dan memaksanya keluar sebagai kandidat dalam pemilihan presiden.
Pada Ahad, Zarif menjalani tugas terakhirnya sebagai menteri dengan melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi yang berkunjung ke Iran. Keduanya membicarakan penguatan hubungan bilateral, kesepakatan nuklir JCPOA, dan situasi terkini di Afghanistan. "Ini mungkin pertemuan terakhir saya," ujar Zarif dalam cuitannya di Twitter.