REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal, kembali menyayangkan adanya dugaan kebocoran data dari aplikasi milik pemerintah. Kali ini giliran aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC) yang diduga mengalami kebocoran. Iqbal mengimbau pemerintah agar memperkuat sistem keamanan data.
"Adanya kasus kebocoran data pribadi di website pemerintah maupun perusahaan BUMN membuat masyarakat terkena dampaknya, baik secara materi maupun non-materi. Oleh karena itu, kami minta pemerintah maupun perusahaan BUMN terus memperkuat sistem keamanan data," kata Iqbal kepada Republika, Rabu (1/9).
Iqbal mengatakan sistem keamanan data yang lemah bisa mengundang kejahatan siber seperti penipuan online dan lainnya. Dirinya juga mendorong Kominfo sebagai leading sector di bidang informasi dan teknologi untuk berkoordinasi dengan Polri dan BSSN untuk mengusut tuntas kasus kebocoran data ini.
"Kemudian saya mendorong agar RUU Perlindungan Data Pribadi agar segera di sahkan sebagai UU sebagai jawaban utk perlindungan dan keamanan data data pribadi kita," ucapnya.
Selain itu, politikus PPP itu menuturkan, kebocoran data pribadi di aplikasi milik pemerintah ini merupakan bentuk keteledoran dan kurang bertanggungjawabnya pemerintah, apalagi kebocoran data ini bukan yang pertama kali.
"Sebelumnya data dua juta nasabah asuransi BRI Life bocor dan dijual secara online, lalu Mei 2021 data pribadi 279 penduduk Indonesia dari BPJS Kesehatan. Tindak lanjut dan laporan penyelidikannya juga belum jelas," ujarnya.
Menurutnya kasus kebocoran data pribadi masyarakat Indonesia ini tidak bisa dianggap enteng. Ia menilai masyarakat rugi berkali-kali karena kasus kebocoran data ini. "Dalam kasus kebocoran data dari eHAC, Kementerian Kesehatan RI dan pihak terkait harus meminta maaf kepada publik atas terjadinya kasus ini, bukan hanya mencari siapa yang bersalah," tegasnya.
Diduga ada 1,3 juta pengguna aplikasi milik Kementerian Keseharan RI ini yang terdampak kebocoran data. Data yang bocor meliputi ID pengguna yang berisi nomor kartu tanda penduduk (KTP), paspor serta data dari hasil tes Covid-19, alamat, nomor telepon dan nomor peserta rumah sakit, nama lengkap, tanggal lahir, pekerjaan, dan foto, serta sejumlah data penting lainnya.