Senin 06 Sep 2021 19:42 WIB

Mengapa Saipul Jamil Penting untuk Diboikot

Kondisi psikologis korban pelecehan Saipul harus jadi perhatian serius.

Pedangdut Saipul Jamil menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/4). Pembebasan Saipul yang berlebihan menuai kontroversi publik.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pedangdut Saipul Jamil menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/4). Pembebasan Saipul yang berlebihan menuai kontroversi publik.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Rr Laeny Sulistyawati, Febrianto Adi Saputro

Bebasnya penyanyi dangdut Saipul Jamil menuai kontroversi usai setelah sejumlah pesohor melakukan protes. Mereka mengingatkan kembali kalau Saipul adalah seseorang yang sudah terbukti melakukan pelecehan terhadap anak. Pengglorifikasian Saipul dianggap tidak patut. Bahkan muncul petisi meminta Saipul tidak diperbolehkan muncul di tayangan publik.

Baca Juga

Sosiolog Musni Umar menilai seorang yang telah menjalani hukumannya sepatutnya dipandang sudah terbina dan telah bertobat. Tetapi masyarakat diajak memiliki empati kepada korban kekerasan seksual.

"Kadang-kadang masyarakat kita itu tidak bisa berempati pada perasaan orang lain. Kalau keluar biasa saja, tentu tidak apa-apa, seperti ini ya tentunya banyak dikecam," ujar Musni, Senin (6/9). Pernyataannya mengacu pada saat dibebaskan, Saipul dikalungi bunga lalu bak diarak di depan penjara.

"Jangan sampai dia lupa masih banyak yang belum bisa memaafkan. Semua orang, apalagi publik figur itu harus diawasi agar tidak melakukan lagi, masyarakat mengontrol mereka," tutur Musni.

Psikolog Anak, Firesta Farizal, menyoroti kondisi psikologis korban akibat penayangan berlebihan pembebasan pelaku kekerasan seksual tersebut. "Sebagai masyarakat, ahli, dan sebagai manusia sih sebenarnya, harus berpihak pada korban. Sementara apa yang terjadi sekarang ini sangat tidak mendukung korban," kata Firesta.

Menurutnya, semua orang harus lebih memikirkan dampak psikologis korban, karena tidak ada yang tahu sampai kapan trauma para korban. Ia juga mengkhawatirkan nilai-nilai yang ditangkap anak-anak dari stasiun televisi yang menggembar-gemborkan hal seperti ini.

Bagi dia, memboikot mantan pelaku kekerasan seksual anak atau pedofil, sudah cukup sesuai. Ini menunjukkan sikap bahwa semua orang tidak membenarkan, tidak setuju, dan tidak menormalkan perilaku kejahatan seksual pada anak.

"Ketika stasiun televisi atau figur publik atau teman-teman terkait di media memboikot, pelaku itu adalah salah satu pilihan sikap kita untuk menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan yang penting," kata Firesta lagi.

Trauma korban kekerasan anak merupakan hal yang utama dalam kasus semacam ini, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menghimbau agar masyarakat memboikot Saipul Jamil dengan tidak menonton acara-acara yang menampilkannya. Ia menilai, dengan menonton acara Saipul, sama saja dengan mentolerir pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Diundangnya Saipul ke layar kaca pascapembebasan disebut sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto karena stasiun televisi mementingkan rating. "Ini kan bagian dari kapitalisasi media karena yang dikejar adalah yang penting banyak yang menonton atau viewers. Tidak penting yang dijual berpihak ke mana, yang penting siapa yang laku maka itu yang dijual," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (6/9).

Ia mengakui, ini jadi indikasi bahwa terjadi proses kapitalisasi atau komersialisasi media. Dia menambahkan,  Saipul Jamil diburu karena kepentingan komersial.

Petisi yang meminta masyarakat menolak tampilnya Saipul di layar kaca dan Youtube juga dinilainya membuat pria tersebut makin terkenal. "Semakin kontroversial malah semakin mengundang penonton dan rating semakin tinggi. Jadi, yang dibutuhkan itu mengetuk sensitivitas pengelola media," katanya.

photo
Terdakwa kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Saipul Jamil, menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/7). - (Antara/Sigid Kurniawan)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement