REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - Polisi Hong Kong menangkap wakil ketua kelompok pro demokrasi yang mengorganisasi rapat umum 4 Juni untuk memperingati orang-orang yang tewas dalam penumpasan berdarah di Lapangan Tiananmen 1989. Aktivis dan pengacara Chow Hang Tung dari Aliansi Hong Kong dalam Mendukung Gerakan Demokratik Patriotik di China ditangkap di kantornya di kawasan pusat bisnis, kata seorang saksi mata.
Ia ditangkap beberapa jam sebelum menjalankan tugas mewakili politikus oposisi yang ditahan, Gwyneth Ho, dalam sidang pembebasan dengan jaminan. Chow didakwa bersekongkol untuk melakukan subversi.
Tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing. Polisi mengirim surat kepada kelompok itu pada Agustus untuk meminta informasi tentang keanggotaan, keuangan, dan kegiatan pada 7 September, menurut salinan surat yang dikirim kepada wartawan.
Surat yang dikirim polisi itu memuat tuduhan bahwa aliansi tersebut merupakan "agen kekuatan asing". Tidak memberikan keterangan hingga batas waktu yang ditentukan bisa dikenai denda 100 ribu dolar Hong Kong (sekitar Rp 183 juta) dan enam bulan penjara, bunyi surat itu.
Undang-undang keamanan nasional menghukum tindakan yang oleh pihak berwenang secara luas disebut sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pihak asing. Pelanggar UU tersebut akan dikenai hukuman penjara seumur hidup.
Departemen Keamanan Nasional mengatakan dalam sebuah pernyataan Selasa (7/9) malam bahwa sebuah organisasi telah secara terbuka menyatakan akan menolak untuk memberikan informasi. "Polisi mengutuk keras tindakan seperti itu," katanya.
Saluran penyiaran lokal RTHK mengatakan polisi telah tiba di rumah dan kantor anggota-anggota kunci kelompok itu pada Rabu pagi untuk melakukan penangkapan. Tindakan ini diambil setelah kelompok tersebut menolak untuk menyerahkan informasi yang diminta oleh unit keamanan nasional. Polisi belum menanggapi permintaan komentar.
Pemimpin kelompok tersebut, Albert Ho dan Lee Cheuk-yan, sudah dipenjara karena peran mereka dalam protes antipemerintah yang mengguncang Hong Kong itu pada 2019. Kelompok pro demokrasi itu mengatakan pada Juli mereka telah memberhentikan para anggota staf untuk memastikan keselamatan mereka dan setengah dari anggota komitenya telah mengundurkan diri.