REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krakatau Steel Tbk (Persero) menilai perlu ada kebijakan yang mendukung industri baja dalam negeri. Sebab, selama semester satu tahun ini saja angka impor baja masih 4,77 juta ton.
Direktur Utama KS, Simly karim, menjelaskan, realisasi impor baja di tahun ini malah lebih tinggi 16 persen dibandingkan realisasi impor pada 2020. Tahun lalu angka impor baja hanya 3,05 juta ton.
Silmy menilai, untuk mendukung industri baja dalam negeri bersaing perlu dukungan serangkaian kebijakan. Terdapat dua area kebijakan yang dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing industri besi dan baja nasional, yaitu kebijakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun trade remedies.
"Peningkatan efektivitas penerapan SNI wajib, percepatan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk Colled Rolled Coil (CRC), Cold Rolled Sheet, Hot Rolled Coil, BjLAS, Cold Rolled Stainless Steel, maupun perpanjangan safeguard untuk I dan H section merupakan serangkaian kebijakan yang bisa mendukung industri baja dalam negeri," ujar Silmy, Ahad (12/9).
Upaya kompetitif KS juga dipaparkan Silmy sepanjang tahun ini. Kata dia, efisiensi dan efektifitas kerja perusahaan tercermin dalam kinerja semester satu ini yang tumbuh positif.
Krakatau Steel telah berhasil menurunkan biaya operasi sebesar 28 persen sehingga mampu melakukan penghematan sebesar Rp 1,9 triliun di tahun 2020. Pada tahun yang sama pun KRAS berhasil mencatatkan laba sebesar Rp 333,5 miliar.
“Hasil transformasi dan efisiensi yang dilakukan menunjukkan perbaikan positif. Optimalisasi penggunaan biaya operasional untuk aktivitas produksi dan peningkatan kinerja anak perusahaan termasuk pengembangan bisnis sangat berpengaruh memberikan kontribusi peningkatan kinerja Krakatau Steel,” jelas Silmy.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar Maman Abdurahman menilai konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah, dengan begitu Krakatau Steel memiliki peluang besar untuk semakin meningkatkan kinerja penjualan untuk pasar domestik maupun meluaskan pasar ekspornya.
“Untuk mencapai kemandirian industri baja di Indonesia, sudah sepatutnya pemerintah turut mendukung pengetatan impor baja melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri nasional," ujar Maman.
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Budi Susanto menyatakan, dukungannya kepada industri baja nasional yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
“Industri baja merupakan industri strategis, industri prioritas yang memang harus kita dukung dengan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pelaku industri baja di Indonesia. Aktivitas perekonomian yang semakin pulih akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan secara keseluruhan akan memperbaiki kondisi Indonesia pascapandemi ini,” pungkas Budi.