Jumat 17 Sep 2021 07:43 WIB

Vaksinasi Disambut Antusias Meski Masih Ada Yang Enggan

70,2 persen alasan masyarakat tak mau divaksin lantaran bisa jaga imunitas tubuh.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas kesehatan memeriksa tekanan darah dan suhu calon penerima vaksin COVID-19 saat vaksinasi di Terminal Tironadi, Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/9/2021). Capaian vaksinasi COVID-19 di Kota Solo telah melampaui angka 100 persen dari target 417.151 sasaran penerima vaksin dan sebanyak 421.567 warga telah menerima suntikan vaksin dosis pertama dari berbagai program vaksinasi Pemerintah Kota Solo.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Petugas kesehatan memeriksa tekanan darah dan suhu calon penerima vaksin COVID-19 saat vaksinasi di Terminal Tironadi, Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/9/2021). Capaian vaksinasi COVID-19 di Kota Solo telah melampaui angka 100 persen dari target 417.151 sasaran penerima vaksin dan sebanyak 421.567 warga telah menerima suntikan vaksin dosis pertama dari berbagai program vaksinasi Pemerintah Kota Solo.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA - Hasil survei Change.org Indonesia, Katadata Insight Center (KIC), dan KawalCOVID19.id menampilkan data bahwa respondens antusias untuk divaksinasi, tapi ada kelompok yang terkendala dalam hal pendaftaran, antrean, dan ketersediaan stok. Hasil survei tersebut juga menyebutkan soal sumber informasi terkait Covid-19 yang paling dipercayai masyarakat.

 "Walaupun berbagai survei vaksinasi sudah dilakukan, survei ini memberikan gambaran yang bervariasi tentang pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 di Indonesia, seperti: di mana warga mencari informasi,siapa yang memengaruhi keputusan mereka untuk ikut vaksinasi, sekaligus mengumpulkan masukan tentang pelaksanaan vaksinasi untuk menjadi perbaikan ke depan," kata Efraim Leonard, campaigner dari Change.org Indonesia, dalam diskusi daring, Rabu (15/9). 

Change.org Indonesia bersama KawalCovid19 dan Katadata Insight Center melakukan survei kepada 8.299 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Survei dilaksanakan pada Jumat (6/8) hingga Ahad (22/8) dengan metode daring.

Di antara 701 responden yang menyebutkan bahwa mereka belum dan tidak ingin divaksinasi, alasan utamanya adalah merasa tidak membutuhkan vaksin selama bisa menjaga imunitas tubuh sebanyak 70,2 persen. Alasan selanjutnya adalah tidak percaya efektivitas vaksin sebanyak 53,7 persen dan memiliki penyakit bawaan 12,4 persen. 

"Sekitar 76 persen dari responden yang belum dan tidak ingin divaksinasi adalah kelompok dewasa muda berusia 18-44 tahun," kata Manajer Riset Katadata Insight Center (KIC) Vivi Zabkie dalam diskusi daring, Rabu (15/9). 

Dalam lanjutan paparannya, Vivi menyebutkan bahwa dari 1.130 responden yang bersedia tetapi belum divaksinasi, 26,2 persen dari mereka menyebutkan tidak tahu cara mendapatkan vaksin. Mayoritas dari kelompok ini berharap agar informasi tentang vaksinasi muncul di kanal yang bersifat langsung dan dekat dengan lingkungan mereka, seperti pengumuman dari ketua RT/RW sebanyak 60,5 persen, disusul kanal informasi publik non pemerintah 50,8 persen. 

"Sebanyak 79,2 persen responden yang belum yang bersedia, namun belum divaksinasi menjawab bahwa mereka mengetahui apakah mereka memenuhi syarat untuk divaksinasi atau tidak, " ucapnya. 

Di kelompok yang sudah divaksinasi maupun yang belum tapi ingin divaksinasi sebanyak 7.528 orang, 80,2 persen menyatakan mudah mendapatkan informasi tentang jenis-jenis dan kemanjuran vaksin. Rata-rata dari mereka mendapatkan informasi tersebut melalui kanal informasi publik non-pemerintah 61,9 persen, disusul media sosial pemerintah pusat 42.2 persen dan pemberitaan atau iklan di televisi 24,6 persen. 

"Sementara 19,8 persen sisanya menyatakan tidak mudah mendapatkan informasi tentang kemanjuran vaksin dan jenis-jenisnya, serta mengharapkan informasi tersebut bisa didapatkan di media sosial pemerintah pusat 56,6 persen, disusul kanal informasi publik non-pemerintah 54,2 persen dan pemberitaan atau iklan di televisi 47,6 persen," papar Vivi. 

Sementara itu, ketika ditanya siapa yang dipercayai untuk memberi informasi tentang vaksinasi, 48,6 persen dari total responden yang berjumlah 8.299 orang mempercayai informasi dari WHO dan CDC, diikuti oleh dokter 48,1 persen dan Satgas Covid-19 47,2 persen. Sedangkan, yang menduduki peringkat terendah dari segi kepercayaan adalah tokoh politik 2 persen, WhatsApp broadcast 2,6 persen lalu influencer dan selebritas 3,7 persen. 

Hadir dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku cukup kaget hasil survei tersebut. Meskipun metode pengumpulan data dilakukan secara daring,

"Yang buat kaget dari 38 persen belum divaksin ada yang alasannya asal imun kuat tidak usah vaksin," ujar Nadia.

Menurut dia, ini adalah tantangan besar tantangan terbesar bagi sosialisasi, edukasi dan percepatan vaksinasi yakni adanya hoaks dan misinformasi terkait vaksin dan Covid-19.

"Ini adalah tantangan. Artinya edukasi yang harus dilalukan lebih kuat lagi," ujar Nadia.

Ia pun tak memungkiri, pihaknya sempat memberikan pesan yang kurang tepat di masa awal pandemi, yang menyebut Covid-19 dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, ternyata seiring berjalannya waktu, virus Covid -19 tidak cukup dengan mengandalkan kekebalan tubuh saja.

"Artinya agar kita bisa keluar dari pandemi, kita harus tetap dapat vaksin supaya lebih tetap optimal tentunya. Ini menurut saya agak kaget sedikit tentang hasil ini. Tentunya, ini akan jadi masukan untuk kami. Sosialisasi dan edukasi tetap kami lakukan," tegasnya.

Paus Bingung Banyak Orang Tak Mau Divaksin

Namun, fenomena tak mau divaksin dengan alasan bisa jaga imunitas tubuh tak hanya terjadi di Indonesia. Di berbagai negara ini juga terjadi. Bahkan, pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Fransiskus pada Rabu (15/9) mengatakan bahwa dia bingung mengapa begitu banyak orang yang tak mau divaksin. Tak hanya itu, beberapa kardinal dalam hierarki Gereja Katolik Roma juga menolak suntikan vaksin Covid-19.

"Agak aneh karena umat manusia memiliki sejarah persahabatan dengan vaksin," kata Paus Fransiskus saat berada di pesawat yang kembali dari Slovakia.

Pernyataan tersebut dia sampaikan untuk menanggapi pertanyaan dari seorang wartawan tentang alasan adanya keraguan terhadap vaksin. "Sebagai anak-anak (kita divaksin) untuk campak, polio. Semua anak divaksin dan tidak ada yang mengatakan apa-apa," ujarnya.

Fransiskus, yang telah disuntik vaksin Covid-19 sering mendesak orang lain untuk mau disuntik vaksin demi kebaikan bersama. Di pesawat, dia mengatakan bahwa beberapa orang mungkin pada awalnya takut karena ada berbagai vaksin yang tersedia. 

"Bahkan di Sekolah Tinggi Kardinal ada beberapa penentang vaksin. Tapi salah satu dari mereka, malang, telah dirawat di rumah sakit karena virus (corona). Ini adalah ironi kehidupan," katanya.

Fransiskus tidak menyebut nama kardinal mana pun. Kardinal Raymond Burke, seorang konservatif dan skeptis terhadap vaksin, dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat pada Agustus setelah tertular virus corona. Beberapa uskup konservatif anti vaksin, khususnya di Amerika Serikat, mengatakan umat Katolik harus memiliki pilihan untuk menyatakan keberatan hati nuraninya terhadap penggunaan vaksin dengan alasan-alasan berbasis agama.

Namun, Paus telah menjelaskan pada masa lalu bahwa dia tidak setuju, tidak pernah menyebutkan pilihan tersebut. Pada Agustus, paus mengeluarkan seruan atas nama kelompok nirlaba Amerika Serikat--Ad Council dan koalisi kesehatan masyarakat--Covid-19 Collaborative, dengan mengatakan suntikan vaksin harus digunakan oleh semua orang.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement