REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan dan Budayawan Betawi.
1. Mengawali tulisan ini kita kenang dulu serial pemberontakan petani di Jawa yang dipicu pemberlakuan tanam paksa oleh penguasa kolonial sejak 1830.
Petani yang punya tanah, tapi apa yang mesti ditanam harus sesuai dengan kehendak Belanda.
Penggerak pemberontakan ulama tarekat yang dimotori Haji Ahmad Rifangi, lahir pada tahun 1786, Kendal.
Awal gerakan berupa aksi protes petani pimpin Rifangi di kota-kota Jawa Tengah pada periode tahun 1859-1860
Sejak itu pecah pemberontakan petani di seluruh Jawa antara lain Tambun 1869 pimpin Rama (melibatkan pelukis Raden Saleh), Cilegon 1888 pimpin Haji Wasid (salah satu putranya jadi anggota Konstituante fraksi Masyumi), Ciomas, Condet pada tahun 1916, dan ditutup tahun 1924 dengan pemberontakan petani Tangerang pimp Kayin Bapa Kayah.
Time frame seri pemberontakan: 1859-1924 atau selama 65 tahun.
2. Menjelang akhir seri pemberontakan, pada tahun 1911 berdiri Sarekat Islam pimpinan HOS Tjokroaminoto. Pola gerakan dari kekerasan berubah ke politik. Tapi rekrutmen pimpinan berasal dari kelas menengah Islam dalam arti kelompok ekonomi. Baik Rifangi mau pun Tjokro adalah Haji.
3. Pada tahun 1926 lahir Jong Islamieten Bond (JIB) organisasi kaum terpelajar Islam sekolah menengah dan perguruan tinggi yang dikelola Belanda. Tidak mudah masuk lembaga pendidikan yang dikelola Belanda kecuali berasal dari keluarga berpangkat dan mampu secara ekonomi. Inilah bibit kepemimpinan Nasional 1945-1959. Orang-orang JIB itulah yang berkumpul dalam Masyumi. Intelektualitas mereka dalam berpolitik sangat menonjol.
4. Zaman rezim Orde Lama yang hanya beri pilihan terbatas pada insan politik. Pilihannya hanya dua: ikut penguasa atau masuk bui.
5. Sebenarnya pada penggalan 1966-1990 Orde Baru tidak seketat Orde Lama. Rekrutmen politik masih dalam batas yang wajar. Pada penggalan akhir 1990-98 Orde Baru sudah mirip Orde Lama. Perilaku politik orang-orang partai saat itu, termasuk partai Islam, sama dengan siara penguasa atau pejabat. Suara yang terdengar di forum sama bunyinya: "Kung kung dukung.."!
6. Masuk era Reformasi situasi ini membingungkan dalam rekrutmen politik. Dari mana asalnya ini orang itu orang yang ditampilkan di pentas kerap jadipertanyaan publik. Pun partai bila pro kebijakan pemerinta sekarang, juga tanpa suara, beda dengan masa penggalan akhir Orde Baru yang menyatakan sikap dengan suara. Misalnta, Harmoko dkk pada Maret 1998 minta Pak Harto bersedia dicapreskan, namun pada Mei 1998 Harmoko dkk minta Pak Harto mundur sebagai Presiden.
Dalam rentang sejarah terbukri, Partai Islam terlibat dalam proses Pak Harto maju dan Pak Harto mundur!
Reformasi sajikan politik paduan suara tanpa suara. Umumnya partai-partai begitu, termasuk partai Islam juga. Mereka ikut paduan suara kayak zaman Orde Lama dan Orde Baru. Cuma bedanya, mereka lakukan tanpa suara. Tapi dari gerak bibir dapat dibaca.