REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, menyindir Yusril Ihza Mahendra, pengacara kubu Moeldoko, yang mengajukan judicial review terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat. Rachland menantang Yusril untuk menggugat AD/RT semua parpol.
Rachland menyinggung agar sebaiknya Yusril menggunakan ilmu pengetahuannya demi kepentingan yang lebih besar. "Ia (Yusril) bisa saja memilih bertindak sebagai Profesor Tata Negara yang berjuang dengan sepenuhnya pamrih akademis. Misalnya mendorong legislative review terhadap UU Partai Politik agar 'kekosongan hukum' yang ia sebut bisa dibahas para legislator," sindir Rachland dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (24/9).
Sebelumnya, Yusril berpendapat, saat ini terdapat kekosongan hukum berupa ketiadaan otoritas negara untuk menguji kesesuaian AD/ART partai politik dengan Undang-undang. Maka Yusril mendesak Mahkamah Agung agar mengklaim kewenangan tersebut dan menguji AD/ART Partai Demokrat.
Atas dasar itulah, Rachland menantang Yusril tak hanya menguji AD/ART partai Demokrat saja, melainkan semua partai. "Tapi harapan agar partai partai politik di Indonesia menjadi partai politik modern, ada pada semua pihak. Justru karena itu, andai benar Yusril peduli, maka ia harus memeriksa AD/ART semua partai bukan cuma Demokrat," kata Rachland.
Rachland heran mengapa Yusril hanya secara spesifik dan selektif menyoal AD/ART Partai Demokrat. Yusril dianggap melewatkan secara sengaja AD/ART partai partai politik anggota koalisi pemerintah.
Rachland menuding ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur Majelis Tinggi namun dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan Dewan Pengurus.
"Yusril, bila meneliti, pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina," ucap Rachland.
"Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktek politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat," singgung Rachland.