REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kalangan perajin suvenir rencong, senjata tajam tradisional Aceh, di Aceh Besar optimistis menghadapi pandemi Covid-19 yang kini masih berlangsung. Abdullah (63 tahun), perajin rencong di Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, mengatakan usahanya membuat rencong tetap berjalan di tengah wabah Covid-19 yang kini melanda dunia.
"Kami tetap membuat rencong yang dijual untuk suvenir kendati permintaannya tidak seperti di masa kondisi normal sebelum pandemi Covid-19," kata Abdullah, Senin (27/9).
Abdullah mengaku usahanya tetap bertahan karena masih ada yang memesan rencong buatannya. Biasanya, senjata tajam khas Aceh itu menjadi buah tangan atau oleh-oleh wisatawan berkunjung ke Aceh.
Menurut Abdullah, rencong buatannya dipesan toko-toko suvenir di Banda Aceh dan Aceh Besar. Namun, pemesanan rencong berkurang sejak pandemi Covid-19.
"Sebelum pandemi, dalam sepekan bisa mencapai enam rencong. Tapi kini, paling banyak dua buah. Kendati begitu, kami tetap bertahan dan terus membuat rencong," kata Abdullah.
Dia mengatakan harga jual rencong berkisar Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu per buah. Harga jual tergantung besar kecilnya serta bahan baku dan tingkat kesulitan pembuatan rencong. Abdullah mengaku mulai membuat rencong sejak 1980-an.
Saat itu, tidak banyak orang membuat rencong, sehingga dirinya belajar membuat senjata tajam khas Aceh tersebut. "Saya belajar sendiri. Saat itu, yang membuat rencong sangat sedikit, sehingga saya terpanggil untuk melestarikan senjata tajam yang menjadi benda budaya Aceh ini," kata Abdullah.