REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Pekan lalu dengan mobil pikapnya, Taliban pergi ke beberapa desa di Provinsi Daikundi, Afghanistan. Mereka memerintahkan warga untuk segera mengosongkan rumah dan mengatakan mereka tinggal di sana secara ilegal.
Salah seorang warga, Haji Muhammad (42 tahun) segera mengemas beberapa barang berharga dan pergi bersama sepuluh anggota keluarganya. Dalam waktu kurang dari 24 jam, mereka tiba di Kabul dan sekarang mereka tinggal di tenda. Muhammad telah meninggalkan ladang yang ia tanam gandum dan almond.
“Saya membangun rumah saya sendiri di sebidang tanah. Saya memiliki pertanian sendiri di mana saya menanam gandum dan almond. Saya harus meninggalkan semua itu untuk tinggal di tenda dan mati kelaparan,” kata Muhammad.
Sedikitnya 1.200 penduduk komunitas pertanian yang didominasi suku Hazara diperintahkan Taliban untuk meninggalkan rumah mereka. Taliban mengklaim kepemilikan tanah itu setidaknya di 15 desa Distrik Gizab dan Tagabdar.
Para aktivis mengatakan penggusuran itu terjadi meskipun penduduk memiliki dokumen hukum yang sah untuk membuktikan kepemilikan tanah.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) Saleem Javed mengatakan penduduk telah memberikan dokumen yang sah dari era Raja Zahir Shah yang membuktikan kepemilikan tanah mereka. Namun, Taliban menyatakan dokumen itu tidak sah.
“Pada tahap pertama, sekitar 400 keluarga terpaksa meninggalkan rumah mereka di desa Kindir di distrik Gizab kemudian diikuti oleh desa-desa lain,” kata Shah.
Penduduk yang diminta pergi oleh Taliban mengatakan mereka tinggal di daerah itu selama beberapa dekade. Akan tetapi beberapa suku Pashtun, dengan dukungan Taliban, mengklaim kepemilikan properti suku Hazara.
Kondisi ini membuat penduduk terpaksa mengungsi ke desa-desa tetangga dan kota Nili. Beberapa dari mereka juga ada yang pergi ke Kabul. Salah seorang penduduk distrik Tagabdar...