REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan PLN merilis RUPTL 2021-2030. Dalam RUPTL ini porsi pembangkit EBT jauh lebih besar dibandingkan pembangkit fosil. Untuk itu, perlu biaya yang tidak sedikit untuk bisa mewujudkan ini.
Direktur Perencanaan Korporat Evy Haryadi menjelaskan untuk bisa mewujudkan porsi pembangkit EBT 51 persen hingga 2030 mendatang PLN butuh merogoh kocek sampai Rp 700 triliun. "Total investasi ini tapi juga termasuk untuk transmisi pembangunan gardu distribusi. Untuk khusus pembangkit berkisar antara Rp 400-Rp 500 triliun," ujar Evy dalam konferensi pers, Selasa (5/10).
Namun, PLN tidak sendirian. Pemerintah membuka peluang IPP untuk ikut serta dalam membangun pembangkit. Evy menjelaskan pihak swasta bisa masuk dalam porsi pembangunan pembangkit berbasis EBT dengan capaian investasi berkisar Rp 560 triliun.
Evy menjelaskan kedepan PLN akan fokus melakukan pembangunan PLTA dan PLTP. "Harapannya tingkat keberhasilan dari dua proyek ini bisa cukup cepat. Harapannya PLTP bisa mencapai 1,4 GW dan PLTA serta PLTMH bisa mencapai 4,2 GW," tambah Evy.
Namun, langkah untuk bisa mengejar target EBT 23 persen pada 2025 mendatang PLN sudah melakukan beberapa inisiasi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan PLN adalah pada 2030 akan mulai mengganti pembangkit-pembangkit tua yang subcritical. Selain itu, melaksanakan program co-firing di PLTU.