REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi langkah DPR yang menyetujui pemberian amnesti bagi dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Saiful Mahdi. Dia menilai keputusan DPR mengambil langkah hukum progresif itu sangat tepat.
"Saya mengucapkan selamat kepada Saiful Mahdi, dan saya apresiasi DPR yang telah memilih langkah hukum progresif," kata Mahfud dalam tayangan video Youtube Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (7/10).
Menurut dia, hukum progresif adalah hukum yang ketika terjadi sesuatu yang agak mendesak, maka tidak terlalu terikat pada prosedur-prosedur atau langsung diselesaikan. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menambahkan, setelah DPR menyampaikan keputusan secara resmi, maka presiden tinggal menerbitkan surat keputusan tentang pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi.
Menurut Mahfud, Presiden Joko Widodo memiliki perhatian tersendiri terhadap upaya memberikan amnesti kepada orang yang menjadi korban UU ITE. "UU ITE sendiri alhamdulilah juga sekarang sudah masuk ke prolegnas tahun ini. Berarti, dalam tiga bulan ke depan akan dibahas oleh DPR. Kami sudah ajukan draft perubahan undang-undang ITE dan sambil menunggu kami sudah membuat SKB Kemenkominfo, Kejaksaan Agung, dan Polri," tuturnya.
Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (7/10) menyetujui pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi, terpidana kasus pencemaran nama baik. "Saya meminta persetujuan atas permintaan pertimbangan presiden, apakah permintaan amnesti atas surat permohonan Presiden tersebut dapat disetujui," kata Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/10).
Setelah itu, seluruh anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut menyatakan setuju pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi. Muhaimin mengatakan, pemberian persetujuan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR karena adanya keterbatasan waktu dan urgensi surat yang disampaikan presiden tersebut.
"Sehubungan dengan keterbatasan waktu, urgensi surat permohonan yang disampaikan Presiden tersebut, dan DPR akan memasuki masa reses maka saya minta persetujuan atas permintaan pertimbangan Presiden," ujarnya.
Muhaimin mengatakan, DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo tertanggal 29 September 2021 terkait permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful Mahdi. Menurut dia, isi surat itu menyebutkan bahwa Saiful Mahdi telah menjadi terpidana dana dijatuhi pidana tiga bulan penjara dan didenda Rp10 juta, subsider penjara 1 bulan.
"Dijatuhi pidana disebabkan dipersalahkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan dapat dibuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan tunggal penuntut umum," ujar Muhaimin.
Karena itu, menurut dia, Presiden Jokowi mengajukan surat kepada DPR RI untuk meminta pertimbangan atas rencana pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.