Jumat 08 Oct 2021 21:44 WIB

Saatnya Anak Muda Berbisnis di Sektor Pangan

Banyak generasi muda yang tidak tertarik pada sektor-sektor pangan tersebut.

Ketahanan pangan. Ilustrasi
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Ketahanan pangan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia membutuhkan ketahanan pangan yang memadai, mengingat jumlah penduduk yang mencapai 270 juta jiwa. Ruang memperkuat ketahanan pangan pun masih sangat terbuka lebar, apalagi potensi di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan masih besar untuk dioptimalkan dengan bersama-sama saling berkolaborasi antar pelaku bisnis dari hulu ke hilir. Karena itu, untuk memacu gagasan dalam menyusun strategi ketahanan pangan, Wismilak Foundatin melalui Diplomat Success Challenge (DSC) 12, menggelar kompetisi wirausaha dengan tema “Building Impactful Business Farming and Fisheries Sector” melalui webinar bekerjasama MarkPlus Institute.

Dalam webinar itu hadir pembicara para pengusaha muda, yakni Dalu Nuzlul Kirom, founder & CEO Ternakesia, Utari Octaviany, Co-founder & CSO Aruna. Hadir pula alumni DSC 2015, Ahmed Tessario, Founder & CEO Sirtanio Organik. Mereka menyampaikan secara mendalam bagaimana membangun bisnis yang berdampak sosial di sektor peternakan, perikanan dan pertanian.

Ketiga pembicara itu sepakat, masalah ketahahan pangan adalah isu krusial bagi Indonesia. Kunci untuk memacu ketahanan pangan tersebut jelas butuh sumber daya manusia yang memadai baik di sektor, pertanian, peternakan, dan perikanan. Masalahnya, banyak generasi muda yang tidak tertarik pada sektor-sektor pangan tersebut.

Utari Octavianty, mengungkapkan, bersama kedua rekannya, Indraka Fadhlilah dan Farid Naufal Aslam, dia mendirikan Aruna. Sebuah bisnis rintisan bidang perikanan dalam merevolusi ekosistem perdagangan hasil laut dengan teknologi dengan misi sociopreneur.

Dengan platform Aruna, supply chain dapat lebih ringkas karena transaksi pembelian ikan terjadi secara langsung antara nelayan atau pembudidaya dengan konsumen, tanpa melalui jalur tengkulak. “Nelayan mendapatkan harga jual yang layak, konsumen pun mendapatkan kebutuhan ikan dengan harga yang masuk akal,” kata Utari.

Dalam menjalankan usaha itu, Aruna menggunakan aplikasi melalui fitur telepon pintar. Namun, kendalanya, tak banyak nelayan yang bisa menggunakan teknologi tersebut.

Tak kurang akal, Aruna pun memboyong cerita sukses dari nelayan yang menjadi pilot project penerapan aplikasi tersebut. Selain itu, “Kami membentuk local heroes yang berperan membantu nelayan setempat untuk memantau dan mengoperasikan aplikasi Aruna,” imbuhnya.

Bila Utari fokus di perikanan, Dalu Nyzlul Kirom, memilih memajukan sektor peternakan. Ternakesia sendiri fokus membantu peternak Indonesia di bidang permodalan, pemasaran, dan manajemen. “Ternakesia hadir sebagai bentuk jawaban atas permasalahan di sektor peternakan dengan mengamplifikasikan teknologi ke bisnis peternakan,” ujar Dalu.

Dalu melihat, ruang optimalisasi bisnis peternakan masih sangat terbuka. Salah satu contohnya, bagaimana peternak melihat peluang bisnis makanan halal. Islamic Economic Forum 2019 menunjukkan data, Indonesia adalah negara dengan konsumen makanan halal nomor 1 di dunia, dengan nilai 273 miliar USD per tahun. Tapi sayangnya Indonesia bukan termasuk 10 besar pemasok makanan halal di dunia.

“Inilah ironi sekaligus peluang besar kita khususnya wirausaha muda untuk memenuhi permintaan kebutuhan hasil ternak dengan standarisasi halal yang perlu kita manfaatkan,” ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement