REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tujuan dari operator telekomunikasi dalam menggunakan 5G adalah agar bisnis mereka bisa terus berlanjut dan kompetitif. Karena, layanan 5G di dunia sudah didisain untuk komunikasi data yang cepat.
Begitu juga untuk memaksimalkan aplikasi IoT yang masif serta aplikasi khusus yang membutuhkan latensi yang sangat rendah.
Ketua Bidang Infrastuktur Telematika Nasional (Infratelnas) Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot, mengatakan dalam mengembangkan bisnis 5G di Indonesia, operator dinilai masih memiliki banyak kendala.
Terutama ketersediaan spektrum frekuensi yang sangat terbatas. Sejatinya, untuk mendapatkan layanan 5G yang ideal, operator telekomunikasi membutuhkan setidaknya lebar pita frekuensi 80 MHz sampai 100 MHz contiguous.
Saat ini, Telkomsel menyelenggarakan layanan 5G di frekuensi 2300 MHz dengan lebar pita 30 MHz. Sedangkan Indosat menggelar layanan 5G di frekuensi 1800 MHz dengan lebar pita 20 MHz.
“Operator telekomunikasi memerlukan frekuensi 100 MHz contiguous atau millimeter waves yang lebar frekuensinya bisa ratusan MHz, agar layanan 5G yang sangat tinggi throughputnya bisa optimal dirasakan masyarakat,” kata Sigit.
Sementara itu, lanjut Sigit, frekuensi yang ada saat ini jauh dari optimal. Kini operator yang menyelenggarakan 5G hanya sekadar memberikan layanan agar masyarakat dapat mencicipi 5G, yang notabene bukan 5G yang sebenarnya.
"Operator bisa optimal dalam menyelenggarakan 5G, jika sudah memiliki frekuensi minimal 80 MHz contiguous. Bukan terpencar-pencar. 5G akan semakin terasa ketika operator sudah mendapatkan frekuensi untuk millimeter waves," imbuh Sigit.
Saat ini ekosistem 5G di frekuensi 700 MHz dan 2600 MHz sudah terbentuk. Sehingga frekuensi 2600 MHz sangat ideal untuk layanan 5G mid band. Saat ini tren teknologi 5G low band dan mid band ke arah 700 MHz dan 2600 MHz.
"Kalau melihat kondisi sekarang, menurutnya pemerintah dapat segera memanfaatkan frekuensi 2600 MHz sebagai pilihan yang tepat dan cepat untuk menjawab kebutuhan frekuensi 5G di mid band," tutur Sigit.
Sigit berharap pemerintah dapat segera menyiapkan frekuensi millimeter waves tersebut (>26 GHz) untuk layanan 5G di Indonesia. Selain menyiapkan frekuensi millimeter waves sekaligus tidak memberikan ke operator nonselular existing, pemerintah juga bisa menyiapkan frekuensi di mid band dan lower band di frekuensi 2600 MHz dan 700 MHz untuk layanan 5G.
"Pemerintah akan rugi jika tidak segera menyiapkan frekuensi 2600 MHz dan millimeter waves dari sekarang. Frekuensi 1800 MHz, 2300 MHz sudah penuh dengan operator telekomunikasi," kata dia.