REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perlakuan warga Makkah yang kian keji terhadap Rasulullah membuat ia bersama sahabatnya pergi ke Madinah. Di Madinah, Rasulullah sangat disambut baik.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata “Kaum Muslimin di Madinah mendengar kabar Rasulullah telah keluar dari Makkah. Mereka segera berangkat ke Harrah demi menunggu kedatangan Rasulullah di negeri mereka. Sampai akhirnya panas terik matahari membubarkan mereka untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.”
Setelah sekian lama menunggu, tiba saatnya hari itu datang. Kala itu, orang-orang tengah berada di rumah. Seorang Yahudi menaiki salah satu benteng mereka untuk melihat kedatangan Rasulullah. Tiba-tiba, ia melihat Rasulullah dan para pengiringnya. Mereka semua berpakaian putih.
Orang Yahudi itu tak tahan sehingga ia berteriak histeris “Wahaai bangsa Arab, ini adalah panutan yang selama ini kalian nantikan. Dia telah datang.”
Kaum Muslimin riuh keluar dengan membawa senjata. Mereka bertemu Rasulullah di dataran Harrah. Dia menyuruh rombongan untuk belok kea rah kanan. Di sana, ia singgah di rumah Bani Amr bin Auf. Saat itu, Abu Bakar tetap berdiri sementara Rasulullah duduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, Abdullah bin Salam mengatakan saat Nabi tiba di Madinah, penduduk keluar dari rumah mereka dan menyambutnya. Dia penasaran siapa yang datang dan ketika melihat wajahnya, dia tahu betul Rasulullah adalah tipe orang jujur. Dia mendengar Rasulullah bersabda “Wahai penduduk sekalian, sebarkanlah salam, sambungkanlah tali kekerabatan, berilah mereka makanan, sholatlah di waktu malam ketika orang-orang sedang tidur, niscaya dengannya kalian akan masuk surga dengan aman.”
Ibnul Jauzi mengatakan dalam buku Al-Wafa, Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad, Anas bin Malik mendengar Rasulullah berdoa “Ya Allah semoga Engkau menjadikan keberkahan kota Madinah dua kali lipat dari keberkahan kota Makkah,” (HR Bukhari dan Muslim).
Di Madinah, Rasulullah membangun Masjid Nabawi. Dari Anas dia berkata “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, ia singgah di suatu kampung bernama Bani Amr bin Auf. Nabi bermukim di sana selama 14 malam. Kemudian ia pergi ke Bani Najjar. Kedatangan Rasulullah disambut dengan acungan pedang. Saat itu, ia melihat Nabi berada di atas untanya sementara Abu Bakar dengan setia membonceng di belakangnya.
Dengan penuh semangat, Bani Najjar mengawal perjalanan Nabi sampai tiba di halaman rumahnya Abu Ayyub. Dia melaksanakan sholat di sana di samping kandang domba. Di lokasi itu, dia menyuruh kaum Muslimin untuk mendirikan masjid. Lalu Rasulullah mendatangi Bani Najjar “Wahai Bani Najjar, berapakah uang yang harus aku bayar untuk mengganti kebun kalian ini untuk pembangunan Masjid Nabawi?” Mereka menjawab “Demi Allah kami tidak meminta ganti rugi karena yang kami harapkan hanya pahala dari Allah.”
Lokasi pembangunan masjid terdapat kuburan kaum Musyrikin, reruntuhan bangunan, dan pohon kurma. Kuburan kaum musyirikin diperintahkan Nabi untuk digali, reruntuhan bangunan untuk diratakan, dan pohon kurma agar ditebas. Kaum Muslimin membariskan batang-batang pohon kurma sebagai kiblat masjid dan bebatuan dijadikan sebagai kusennya.
Baca juga : Umrah Dibuka karena Penanganan Covid-19 Indonesia Membaik
Mereka bekerja sama dalam mengangkat batu-batu besar. Dalam pembangunan ini, Nabi ikut bergabung dan terlibat di lapangan. Dia berkata “Ya Allah tidak ada kebaikan selain kebaikan akhirat. Semoga Engkau menurunkan ampunan pada kaum Anshar dan Muhajirin,” (HR Bukhari dan Muslim).