REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman penjajahan sangat banyak ulama yang turut berjuang untuk umat dan negeri ini. Salah satu ulama yang dikenal sebagai pejuang di zaman perang kemerdekaan adalah KH Syaikhuna Badruzzaman. Ia adalah ulama pejuang yang berasal dari Kota Intan.
Kota Intan merupakan julukan untuk Kota Garut. Pertama kali julukan itu dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960-an. Karena, Bung Karno saat itu melihat lingkungan Garut sangat bersih, pemandangannya indah, masyarakatnya tertib, dan nyaman bagi para tamu.
Di Garut, Syaikhuna Badruzzaman dikenal sebagai seorang ulama yang hidup dalam tiga zaman, yaitu pada zaman penjajahan Belanda selama 42 tahun, zaman pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, dan pada zaman Republik Indonesia merdeka selama 27 tahun.
Semasa hidupnya, Syaikhuna Badruzzaman pernah berjuang bersama Laskar Hizbullah/Sabilillah untuk melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Ia membela rakyat dari ketertindasan dan berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan menggunakan taktik khalwat dan hijrah.
KH Syaikhuna Badruzzaman lahir di Garut pada 1900. Ayahnya bernama Raden KH Asnawi Muhammad Faqih yang merupakan pengasuh Pesantren Al-Falah Biru Garut. Sedangkan ibunya bernama Hj. Kulsum, seorang perempuan shalihah yang tekun melaksankan ibadah, berdzikir, membaca sholawat, dan membaca Alquran.
Badruzzaman merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara. Silsilahnya sampai kepada Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah. Sejak kecil, ia pun telah diajari dasar-dasar agama Islam oleh ayahnya langsung, khususnya yang berkaitan dengan ubudiyah dan akhlak.
Setelah menginjak usia sembilan tahun, ia kemudian belajar tata bahasa Arab dan fikih kepada pamannya yang bernama KH Qurtubi di Pesantren Pangkalan Tarogong. Kemudian, Badruzzaman melanjutkan rihlah keilmuannya ke pesantren yang diasuh oleh kakaknya, yaitu KH Bunyamin atau yang dikenal dengan panggilan Syaikhuna Iming di Ciparay, Bandung. Bersambung.
Baca juga: Syaikhuna Badruzzaman, Ulama Pejuang dari Garut (5-Habis)