REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak masih muda, ia telah berguru kepada banyak ulama di Tanah Air. Diantaranya ia pernah belajar juga kepada pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang. Karena masih haus akan ilmu agama, ia pun berangkat ke Makkah al-Mukarramah pada 1922 dengan ditemani kakaknya.
Saat tiba di Tanah Suci, Badruzzaman berguru kepada sejumlah ulama besar. Ia mendalami ilmu fikih dan ushul fikih kepada Syekh Said al-Yamani, seorang mufti Makkah dari Mazhab Syafi’iyah. Guru-gurunya yang lain saat belajar di Makkah adalah Syekh Umar Bajunaed al-Hadromi as-Syafi’i, Syekh Muhammad Said al-Jamud al-Syafi’i, Syekh Ali Mufti Malikiyah Maliki, Syekh Umar Hamdan, dan Syekh Muhammad Mukhtar.
Tiga tahun kemudian, ia pulang ke Tanah Air. Namun, pada 1926 Syaikhuna Badruzzaman berangkat lagi ke Makkah untuk kedua kalinya bersama keluarganya. Dalam kunjugannya kali ini, ia mendalami ilmu fikih dan ushul fikih kepada seorang ulama dan seorang mufti besar Mazhab Malikiyah, yaitu Syekh Ali Maliki.
Syaikhuna tidak hanya mendalami ilmu fikih, tapi juga ilmu hadits, tafsir, serta ilmu tasawuf, dan ilmu tarekat. Tingginya ilmu Syaikhuna Badruzzaman dalam bidang tasawuf juga besar pengaruhnya terhadap dakwah yang dikembangkannya, serta perjuangannya dalam melawan kaum penjajah. Ia adalah seorang ulama pemimpin Tarekat Tijaniyah di Jawa Barat.
Mengasuh Pesantren
Setelah berguru kepada banyak ulama di Tanah Air dan Makkah, Syaikhuna Baruzzaman kemudian memimpin Pondok Pesantren Al-Falah Biru di Garut. Pesantren ini awalnya hanya dikenal dengan nama Pesantren Biru. Pesantren ini didirikan pada 1749 oleh Mbah Kiai Akmaluddin dan menantunya, Raden Kiai Fakaruddin.
Pada periode selanjunya, Pesantren Biru kemudian dipimpin oleh kakek Syaikhuna Badruzzaman, yaitu Raden Bagus KH Muhammad Ro’i atau yang dikenal juga dengan Ama Biru. Setelah masa Ama Biru berakhir, Pesantren Biru berganti nama menjadi Pesantren Al-Falah Biru dan kemudian dipimpin oleh putranya, Raden KH Asnawi Muhammad Faqieh dan dilanjutkan oleh cucunya, Syaikhuna Badruzzaman.
Pada masa kepemimpinan Syaikhuna Badruzzaman, Pesantren Al-Falah Biru terkenal di seluruh Jawa Barat. Karena, ia tidak hanya tampil sebagai seorang ulama pesantren, tapi juga tampil dalam bidang sosial dan politik. Pada masa kepemimpinanya, Pesantren Al-Falah juga tak lepas dari banyaknya rintangan, termasuk dari penjajah. Bersambung.
Baca juga: Syaikhuna Badruzzaman, Ulama Pejuang dari Garut (5-Habis)