REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zahrotul Oktaviani, Imas Damayanti, Antara
Meski Pemerintah Arab Saudi telah memberikan lampu hijau untuk calon jamaah dari Indonesia yang hendak menjalankan ibadah umrah, ada syarat dari pihak kerajaan yang sepertinya akan menjadi pengganjal para calon jamaah. Syarat itu adalah diwajibkannya dosis tambahan (booster) bagi calon jamaah yang sudah divaksinasi tapi di luar jenis vaksin Pfizer, Moderna, AstraZaneca, dan Johnson & Johnson.
Guna mengantisipasi aturan atau syarat yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi yang kemungkinan masih akan berubah-ubah, Kementerian Agama (Kemenag) saat ini tengah menyiapkan teknis-teknis keberangkatan umrah jamaah Indonesia. Dalam persiapannya, sebuah lini masa (timeline) telah dibuat hingga akhir bulan Oktober ini.
"Saat ini kita sedang menyiapkan teknis-teknis keberangkatan umrah. Untuk bisa berangkat umrah, pemerintah Arab Saudi membuat persyaratan harus vaksin yang diakui oleh Saudi. Di antaranya Moderna, pfizer, AstraZeneca, serta Johnson & Johnson," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Nur Arifin dalam pesan yang diterima Republika, Kamis (14/10).
Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya lansia, selama ini menggunakan vaksin merek Sinovac dan Sinopharm. Pihak Arab Saudi sudah menyatakan menerima dua jenis vaksin tersebut, namun hingga kini masih dalam tahap diplomasi apakah jamaah dari Indonesia memerlukan booster atau tidak.
Apalagi, kata Arifin, hingga kini belum ada regulasi penggunaan booster vaksin di Indonesia. Di mana, Kementerian Kesehatan sebagai penentu keputusan terkait program vaksinasi.
"Yang terjadi saat ini, Pemerintah Saudi masih menginginkan adanya booster bagi masyarakat yang menggunakan vaksin Sinovac dan Sinopharm. Tetapi, saat ini dari Kemenkes Indonesia terus melakukan bargaining kalau bisa jangan ada booster," lanjutnya.
Menurut Arifin, ada hal-hal teknis yang harus disiapkan pemerintah terkait keberangkatan jamaah umrah pada masa pandemi. Pihaknya menyiapkan rencana pemberangkatan tahap pertama agar jamaah benar-benar sehat dan tidak muncul kasus positif Covid-19 seperti yang pernah terjadi.
Atas alasan tersebut, Kemenag merencakan keberangkatan jamaah nantinya melalui satu pintu atau one gate, dari Jakarta.
"Kami sudah membuat timeline persiapan teknis. Mulai Selasa kemarin ada pembahasan tentang integrasi data antara PeduliLindungi dan Tawakkalna, dan sertifikat vaksin agar barcode-nya terbaca," ucap dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana menyebut sampai saat ini pemerintah Indonesia masih fokus pada penanganan Covid-19 di dalam negeri. Di dalamnya, pemerintah berupaya memberikan dua dosis vaksin bagi kurang lebih 208 juta penduduk, termasuk calon jamaah umrah.
"Saat ini pemerintah Indonesia fokus utamanya masih penanggulangan Covid-19. Secara simultan, kami juga menyiapkan untuk dibukanya umrah dan haji. Untuk vaksin, kami menggenjot agar 208 juta masyarakat ini tervaksinasi dulu," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (11/10).
Menurut Budi, Kerajaan Saudi telah menetapkan aturan meminta vaksin lengkap dua dosis, lalu ditambah booster bagi calon jamaah umrah. Sehingga, vaksinasi dosis lengkap harus dikejar terlebih dulu, sembari Kemenkes berupaya melakukan lobi terkait aturan booster ini.
"Kepastian terkait booster ini sedang dikejar, sembari pemerintah Indonesia mendorong agar vaksin Sinovac bisa juga digunakan oleh jamaah umrah," lanjutnya.