REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (Apkori) Profesor Djoko Pekik Irianto menilai, jatuhnya sanksi Badan Anti-Doping Dunia (WADA) kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) lebih disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang intensif di antara kedua belah pihak.
Ia mencontohkan, Ketua LADI sebelumnya Hapmi Sari Ambarukmi, memiliki komunikasi dengan WADA yang bagus. Sehingga, kata sia, kalaupun ada sanksi dan sebagainya, lazimnya sebelum berkirim surat, pihak WADA akan memberikan kabar terlebih dahulu atau setidaknya personal melalui sambungan telepon.
"Komunikasi intensif ini terjadi di masa lalu sehingga kalau akan ada sanksi tentu bisa kita kejar agar tidak disanksi. Saat ini Indonesia sudah disanksi sudah dibuktikan dengan tidak berkibarnya Merah-Putih di Piala Thomas," kata Prof. Djoko Pekik, Rabu (20/10).
Ia melanjutkan, selain sanksi tidak berkibarnya Merah-Putih di beberapa kejuaraan internasional, sanksi WADA juga akan menyebabkan Indonesia tidak bisa mengajukan menjadi penyelenggara kejuaraan-kejuaraan olahraga internasional.
"Sanksi ini juga menyebabkan Indonesia tidak bisa mengikuti bidding internasional seperti balap motor, bulu tangkis dan sebagainya," ujarnya.
Menurut dia, ketidaktaatan Indonesia memberikan pelaporan terhadap pemeriksaan doping menjadi pemicunya. Sedangkan LADI sendiri sudah beralasan itu terjadi karena adanya pandemi. Ia menambahkan, persyaratannya memang cukup berat, dalam satu tahun perlu mengadakan uji doping minimal tiha ribu sample.
"Untuk regulasi rutin, artinya setiap tahun memang LADI harus melaporkan pengambilan sample anti doping kepada WADA. Tentu ada aturan minimalnya berapa, dan itu harus dilakukan secara berkala dan tertib. Ini yang nampaknya tidak dilakukan LADI dengan alasan anggaran, pandemi dan sebagainya," kata dia.
Namun, Prof. Djoko memberikan apresiasi kepada Menpora Amali yang telah mengambil langkah cepat dengan membentuk Satgas dalam rangka mempercepat pencabutan sanksi WADA kepada Indonesia.
WADA adalah badan yang terafiliasi kepada IOC, kemudian LADI terafiliasi dengan WADA, ini independen. Menurut dia, yang harus diperhatikan, jangan sampai niat baik Pak Menpora dianggap intervensi kepada WADA dari pemerintah Indonesia.
"Saran saya, segera saja LADI berkomunikasi intensif dengan WADA jika perlu datang langsung ke kantor WADA di Kanada untuk menanyakan langsung masalah apa yang terjadi meskipun kita sudah tahu, kemudian apa solusi yang harus dilakukan," katanya.
Dengan LADI yang proaktif ke WADA, kata dia, tentu akan menjadi catatan tersendiri bagi WADA untuk bagaimana membantu menyelesaikan sanksi itu bagi Indonesia. "Niat pak Menteri bagus membentuk Satgas hanya saja kita khawatir tim itu nanti dianggap bentuk intervensi kepada WADA," ujar dia.
"Poinnya biarkan saja LADI yang berkomunikasi langsung dengan WADA difasilitasi oleh Kemenpora. Sedangkan, NOC Indonesia itu tidak ada afiliasinya ke WADA. NOC Indonesia afiliasinya ke IOC. Jadi, Ketua NOC Indonesia berkomunikasi dengan Ketua IOC Thomas Bach menyampaikan masalah ini dan upaya apa yang diambil Indonesia, sehingga ada dua jalan, LADI ke WADA di Kanada dan NOC Indonesia ke IOC," kata dia menambahkan.
Terkait dengan kejuaraan internasional bulu tangkis di Bali, PB PBSI juga bisa berkomunikasi dengan BWF untuk menyampaikan hal yang sama seperti yang NOC Indonesia lakukan kepada IOC. Dengan demikian, pencabutan sanksi itu bisa segera dilakukan tanpa menimbulkan masalah berikutnya.
"Sekali lagi kami apresiasi kepada Pak Menpora yang telah cepat membentik tim akselerasi dan investigasi tapi saran kami tetap saja LADI yang menjadi leading sector untuk bertemu dengan WADA menyelesaikan masalah sanksi ini. Semoga dengan komunikasi intensif LADI dan WADA poin-poin dan skema penyelesaian masalah utamanya untuk mempercepat pencabutan sanksi bisa segera terwujud," kata dia.