Rabu 20 Oct 2021 21:33 WIB

Api Olimpiade Tiba di China Jelang Olimpiade Musim Dingin

Olimpiade Musim Dingin akan berlangsung 4 hingga 20 Februari 2022 di Beijing.

Red: Israr Itah
Cai Qi, Sekretaris Partai Komunis Beijing dan Presiden Komite Penyelenggara Beijing 2022, memindahkan api Olimpiade ke kaldron pada upacara penyambutan api Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 di Beijing, Cina, 20 Oktober 2021. Api Olimpiade tiba di Cina dari Athena pada 20 Oktober 2021, menjelang Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 yang akan diadakan pada bulan Februari.
Foto: EPA-EFE/WU HONG
Cai Qi, Sekretaris Partai Komunis Beijing dan Presiden Komite Penyelenggara Beijing 2022, memindahkan api Olimpiade ke kaldron pada upacara penyambutan api Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 di Beijing, Cina, 20 Oktober 2021. Api Olimpiade tiba di Cina dari Athena pada 20 Oktober 2021, menjelang Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 yang akan diadakan pada bulan Februari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Api Olimpiade tiba di China pada Rabu (20/10) pagi untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, setelah upacara penyalaan api di Athena yang dibayangi oleh protes atas catatan hak asasi manusia China. Api itu diperkirakan akan dipamerkan pada upacara di Menara Olimpiade Beijing sebelum kirab obor dilakukan, menurut Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Dikutip dari AFP, sekitar 2.900 atlet, yang mewakili sekira 85 Komite Olimpiade Nasional, akan bertanding di Olimpiade Musim Dingin akan berlangsung 4 hingga 20 Februari 2022. Api dinyalakan di Athena pada Senin dan pada hari berikutnya diserahkan kepada penyelenggara Olimpiade Beijing, namun upacara penyalaan api diwarnai oleh aksi protes para aktivis.

Baca Juga

Para pengunjuk rasa mendesak IOC untuk menunda Olimpiade, dengan alasan bahwa China melakukan genosida terhadap Uyghur dan Tibet.Selama upacara penyalaan api di Olympia, Senin, para aktivis membentangkan bendera Tibet dan spanduk bertuliskan "tidak ada genosida" di Olimpiade. 

Protes serupa diadakan di Acropolis di Athena pada Ahad (17/10). Pegiat hak asasi manusia menilai pemerintah pusat China mempraktikkan penindasan agama, penyiksaan, sterilisasi paksa dan erosi budaya melalui pendidikan ulang paksa.