REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santri memiliki jejak perjuangan melawan penjajah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia dengan mendompleng tentara sekutu. Melalui Resolusi Jihad dan Fatwa Jihad yang dipelopori KH Hasyim Asy'ari, para santri di bawah pimpinan para kiai menunjukkan kesatupaduan mereka melawan Belanda setelah dua bulan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
"Prinsip ini yang menurut saya tetap relevan untuk tetap bisa dihadirkan kembali agar santri berjihad sebagaimana para santri dahulu berjihad membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Dan sekarang, juga berjihad untuk mengoreksi agar Indonesia tidak dijajah yang dalam bahasa Bung Karno neo-colonialism," jelas Cendekiawan Muslim, Hidayat Nur Wahid, kepada Republika.co.id, Rabu (20/10), dalam rangka memaknai Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober.
Alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor Darussalam itu menyampaikan, ada berbagai bentuk neokolonialisme dalam konteks santri. Misalnya liberalisme, hedonisme, sekularisme, komunisme, dan radikalisme yang memang tidak sesuai dengan ajara Islam ahlussunnah wal jamaah.
Bentuk neokolonialisme yang lain, lanjut Hidayat, juga bisa berupa kemiskinan, ketidakadilan, dan kebodohan. Santri berperan penting untuk maju membela bangsa dan negara agar terbebas dari belenggu kemiskinan. Neokolonialisme, menurutnya, juga terkait dengan kezaliman yang bisa meruntuhkan eksistensi bangsa.
Dia mengingatkan, umat bisa hancur jika keadilan tidak ditegakkan. Sehingga Rasulullah SAW mengajarkan tentang penegakan keadilan. Selain itu, para santri juga harus mampu berperan dengan menghadirkan ilmu untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari dampak-dampak negatif yang dihasilkan dari situasi di era disrupsi saat ini.