Negara-negara Arab "telah berdosa” menormalisasi hubungan dengan Israel tahun lalu, dan harus membatalkan kebijakan tersebut, kata pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei, Minggu (24/10).
Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko sepakat membuka hubungan dengan Israel di bawah mediasi bekas Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
"Beberapa pemerintahan sayangnya melakukan kesalahan fatal dan berbuat dosa dengan menormalisasi hubungan diplomasi dengan rejim otoriter dan ilegal,” kata dia merujuk kepada Israel.
"Normalisasi bertentangan dengan persatuan Islam, mereka harus segera kembali ke jalan yang benar dan bertanggung jawab atas kesalahan besar ini,” imbuhnya dalam sebuah pidato di acara Maulid Nabi Muhammad di Teheran.
Hingga tahun lalu, hanya Mesir dan Yordania saja yang berhubungan resmi dengan Israel. "Jika persatuan umat muslim tercapai, masalah Palestina pasti akan bisa diatasi dengan cara terbaik.”
Mei silam, Khamenei menggambarkan Israel sebagai "markas teroris” dan "bukan sebuah negara.” Iran saat ini sedang menegosiasikan pemulihan Perjanjian Nuklir 2015 yang ditentang Yerusalem.
Pergerakan dalam perundingan nuklir
Ucapan Ayatollah, disambut dengan ancaman untuk menciptakan kerugian bernilai "miliaran Dollar AS” dan "respons yang mengejutkan” jika Israel menyerang Iran, kata anggota Dewan Keamanan Nasional, Ali Shamkhani.
Dia merujuk pada laporan media-media Israel yang menulis pemerintah sudah menyiapkan USD 1,5 miliar (Rp 21,2 triliun) untuk menyerang situs nuklir Iran. Sejak awal, negeri Yahudi itu sudah melobi untuk mencegah AS, Rusia dan Uni Eropa untuk tidak melanjutkan perundingan nuklir di Wina, Austria.
Saat ini, perundingan nuklir Iran rencananya akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Namun begitu Iran mempersulit jalannya negosiasi dengan mengucilkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dari situs-situs nuklirnya.
Kementerian Luar Negeri Prancis menilai ini "saat yang kritis” bagi upaya untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
"Adalah krusial bagi Iran untuk mengakhiri semua bentuk aktivitas yang melanggar perjanjian, dan agar segera kembali menaati butir-butir kesepakatan,” kata juru bicara Kemenli Prancis, Anne-Claire Legendre.
IAEA mengatakan Iran mencegah kunjungan inspeksi atau melarang petugas memasang kamera pengawas di situs nuklirnya. Menurut Legendre, Uni Eropa dan AS siap menghidupkan kembali perjanjian jika Iran menaati butir kesepakatan.
Pekan lalu, PM Israel Naftali Bennett menyambangi Rusia untuk melobi Putin soal program nuklir Iran. Dia mewanti-wanti terhadap perlombaan senjata di Timur Tengah jika Iran dibiarkan menguasai senjata nuklir.
rzn/pkp (afp,rtr)